Sampah Domestik dan Perlawanan Perubahan Iklim

Oleh: Eka Imbia Agus Diartika

Sampah Domestik dan Dampaknya

Jumlah sampah rumah tangga/sampah domestik (domestic waste) meningkat cukup pesat, hingga mencapai 36%. Peningkatan pesat ini utamanya terjadi di masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan lebih banyaknya kegiatan yang terpusat di rumah, sehingga menghasilkan lebih banyak sampah (KLHK, 2021). Berdasarkan komposisi sampah, jumlah sampah domestik juga menduduki posisi tertinggi yaitu sebanyak 37.3% (KLHK, 2020) (Gambar 1). 

Gambar 1. Komposisi Sampah Berdasarkan Sumber Sampah

Sumber: KLHK (2020) pada https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/

Sampah domestik adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah domestik berupa sampah organik, seperti sampah sisa makanan dan serasah daun serta sampah anorganik, seperti plastik. 

Selama ini, sampah organik banyak yang dibiarkan menumpuk dan tidak diolah, terutama sampah organik basah, seperti sisa makanan, sayuran, dan buah. Sampah jenis ini berpotensi menghasilkan gas metana, yang merupakan salah satu gas rumah kaca. Padahal, salah satu jenis sampah organik, yaitu sisa makanan memiliki persentase tertinggi komposisi sampah di Indonesia, sebesar 39,7% (Gambar 2).


Gambar 2. Komposisi Sampah Berdasarkan Jenis Sampah

Sumber: KLHK (2020) pada https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/

Sementara itu, sampah domestik juga banyak yang dibakar, utamanya sampah plastik dan sampah daun yang sudah kering. Pembakaran sampah ini menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti mengakibatkan kebakaran rumah warga (BPBA, 2021), kebakaran lahan pertanian (BPBA, 2021), melepaskan zat beracun seperti dioxins yang bersifat karsinogenik apabila terhirup oleh manusia.

Tidak hanya itu, penelitian terbaru oleh (Zheng & Suh, 2019) menyatakan bahwa dalam siklus produksi dan pembakaran plastik dapat menyumbang 3,8% dari emisi gas rumah kaca secara global. Angka tersebut hampir dua kali dari emisi yang dihasilkan dari sektor penerbangan. Pembakaran sampah juga menghasilkan gas rumah kaca seperti CO2, N2O, NOx, NH3, dan karbon organik. CO2 menjadi gas utama yang dihasilkan oleh pembakaran sampah dan dihasilkan cukup lebih tinggi dibandingkan emisi gas lainnya.

Emisi Gas Rumah Kaca dan Perubahan Iklim

Emisi dari gas rumah kaca selanjutnya menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect). Efek rumah kaca sebenarnya adalah proses alami untuk menghangatkan permukaan bumi. Ketika energi matahari mencapai atmosfer bumi, sebagian dipantulkan kembali ke angkasa dan sisanya diserap dan diradiasikan kembali oleh gas rumah kaca. Gas rumah kaca termasuk uap air, karbon dioksida, metana, nitrous oxide, ozon, dan beberapa bahan kimia buatan seperti chlorofluorocarbons (CFC).

Energi yang diserap dari gas tersebut dapat menghangatkan atmosfer dan permukaan bumi. Proses ini mempertahankan suhu bumi sekitar 33 derajat Celcius lebih hangat daripada yang seharusnya, yang memungkinkan adanya kehidupan di bumi.

Namun, masalah yang kita hadapi sekarang adalah dampak dari aktivitas manusia, khususnya dari pembakaran, termasuk pembakaran sampah, bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas alam), pertanian dan pembukaan lahan, serta peningkatan gas metan dari sampah organik yang dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca. Inilah yang kemudian disebut dengan peningkatan efek rumah kaca, yang kemudian berkontribusi terhadap pemanasan bumi (Gambar 3).


Gambar 3. Efek Rumah Kaca secara Natural dan yang Disebabkan Manusia

Sumber: (DLH Sleman, 2018)

Diprediksi bahwa bumi akan mengalami kenaikan suhu akibat efek rumah kaca tersebut. Berdasarkan penelitian oleh World Meteorological Organization (WMO), ada peluang bahwa suhu global akan naik lebih dari 1,5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan. Padahal, harapannya, kenaikan suhu global tidak lebih dari nilai tersebut, sebagaimana yang tertulis dalam Persetujuan Paris (2015).

Efek kenaikan suhu inilah yang akan menyebabkan perubahan iklim yang ekstrem. Bukan hanya cuaca ekstrim seperti banjir, kekeringan, dan badai. Namun, dampak lebih jauh diprediksi akan menyebabkan penyakit keracunan makanan, lebih dari tiga milyar populasi akan hidup dalam suhu panas ekstrem pada 2070, dan pesisir Indonesia akan terancam tenggelam, sehingga puluhan juta jiwa akan terdampak. 

Perlawanan Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah salah satu tantangan paling serius bagi kita dalam menghadapi dunia. Planet kita sedang mengalami perubahan iklim yang signifikan. Perubahan ini semakin cepat sejak lebih dari satu abad yang lalu. Oleh karena itu, inilah tugas berat kita bersama dalam mengendalikan tingkat perubahan iklim.

Dalam perlawanan terhadap perubahan iklim, kita dapat memulainya dari sampah domestik. Berikut ini beberapa tawaran solusi untuk pengelolaan sampah domestik yang dapat kita kelola dari rumah masing-masing. Dalam pemaparan ini, pengelolaan sampah dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengelolaan sampah organik dan sampah anorganik.

Kegiatan ini dapat dimulai dengan reduce (mengurangi produksi sampah pada kehidupan sehari-hari), reuse (menggunakan kembali barang yang masih bisa dipakai), recycle (mengolah sampah menjadi produk yang dapat digunakan), recovery (pemulihan energi untuk sampah yang tidak bisa direcycle), dan disposal (membuang sampah di TPA ketika sampah itu sudah tidak bisa diolah). 

Pengelolaan sampah yang ideal adalah mengikuti hirarki di bawah ini, yaitu reduce sampah lebih besar dibandingkan reuse, dan seterusnya. Hingga pada akhirnya, jumlah sampah yang benar-benar terbuang (disposal) hanya sedikit. Apabila kegiatan ini dilakukan oleh setiap rumah tangga, maka dampaknya akan mengurangi jumlah sampah yang menumpuk, baik sampah organik maupun anorganik. 


Gambar 4. Hirarki Pengelolaan Sampah yang Bertanggungjawab

Sumber: (W4C, 2019)

Kita ambil contoh kegiatan recycle. Kegiatan recycle sampah yang mudah dilakukan di rumah adalah mengolah sampah sisa makanan dan daun-daunan kering. Sampah sisa makanan dapat diolah menjadi pupuk kompos, pestisida alami, maupun ecoenzym. 

Mari kita sedikit belajar tentang pupuk kompos. Pupuk kompos dapat dibuat dengan mudah di rumah menggunakan sampah sayuran maupun serasah daun. Kita bisa menyiapkan komposter untuk skala yang cukup besar, maupun bisa menggunakan pot untuk skala kecil. Caranya yaitu pot diisi tanah di bagian bawah, kemudian diisi sampah daun dan sayuran, di atasnya bisa ditambahkan sampah kulit telur. Lalu, di atasnya ditutup dengan tanah dan ditunggu sekitar satu bulan hingga kompos matang. Cukup mudah bukan?

Sampah sisa makanan juga bisa diolah menjadi pupuk dan pestisida dengan bantuan maggot (black soldier fly/ BSF). Maggot dapat mengonsumsi sampah, seperti sampah nasi, sayuran, maupun buah-buahan. Alhasil, maggot bisa tumbuh. Hewan yang berkadar protein tinggi ini dapat diperjualbelikan sebagai pakan ayam maupun ikan. Sementara, sisa sampah yang sudah diolah oleh maggot dapat digunakan sebagai biopestisida dan pupuk alami yang dapat menyuburkan tanaman.

Selain itu, sampah organik juga dapat diolah menjadi ecoenzym. Sampah sayuran dan buah-buahan ditambahkan gula merah, dan air dengan perbandingan 3:1:10 untuk menghasilkan ecoenzym. Cairan ini bisa digunakan sebagai pembersih rumah, pupuk alami, dan pestisidia. Beberapa upaya pengolahan sampah organik di atas adalah langkah untuk meminimalisir produksi gas metana yang berasal dari tumpukan sampah.

Selanjutnya, kita ambil contoh pengolahan sampah anorganik melalui proses reuse. Banyak bahan-bahan plastik yang bisa digunakan kembali, seperti tumblr, tempat makanan plastik, dan tas belanja. Penggunaan kembali bahan plastik tersebut dapat mengurangi produksi sampah domestik. Selain itu, dapat pula dilakukan langkah recycle, seperti dengan mengolah sampah plastik untuk didaur ulang, membuat ecobricks, dan juga bisa dibuat berbagai macam kerajinan dari bahan plastik.

Bahkan jika memungkinkan, sebagai lanjutannya dapat dibentuk gerakan-gerakan sociopreneur peduli lingkungan. Harapannya, seluruh masyarakat dapat terlibat dalam proses pengelolaan sampah melalui pemberdayaan, kemudian dapat dilibatkan dalam kegiatan penjualan produk-produk berbasis lingkungan.

Di atas adalah beberapa contoh yang bisa kita terapkan dalam meminimalisir efek dari banyaknya sampah pada lingkungan kita. Apabila setiap keluarga bisa melakukan ini di rumah, maka tidak akan terjadi pembakaran sampah, sampah organik tidak menumpuk, dan dapat mengurangi jumlah sampah di pembuangan akhir. Sampah yang terkelola dengan baik akan berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca, sehingga akan mendukung gerakan penanganan terhadap perubahan iklim. Inilah bentuk perlawanan kita bersama pada perubahan iklim.

Maka, marilah gerakan-gerakan kecil ini kita mulai di masa pandemi Covid-19 ini. Kegiatan ini dapat kita mulai dari lingkup terkecil, yaitu diri sendiri. Kemudian bisa kita promosikan kepada keluarga dan juga masyarakat. Semoga gerakan kecil ini bisa terus dikembangkan dan semakin mendunia, sehingga dapat mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin ke 13, yaitu penanganan perubahan iklim.

DAFTAR RUJUKAN

BPBA. (2021, Maret 1). Akibat Bakar Sampah Satu Hektar Lahan Terbakar di Desa Raya Dagang Gle Kapai, Kecamatan Peusangan, Bireuen. https://bpba.acehprov.go.id/index.php/news/read/2021/03/01/972/akibat-bakar-sampah-satu-hektar-lahan-terbakar-di-desa-raya-dagang-gle-kapai-kecamatan-peusangan-bireuen.html

BPBA. (2021, Maret 17). Satu Rumah Hangus Terbakar di Pidie Diduga Akibat Pembakaran Sampah. https://bpba.acehprov.go.id/index.php/news/read/2021/03/17/990/satu-rumah-hangus-terbakar-di-pidie-diduga-akibat-pembakaran-sampah.html

DLH Sleman. (2018). Pengertian dan Penyebab Efek Rumah Kaca. https://dinlh.slemankab.go.id/pengertian-dan-penyebab-efek-rumah-kaca/

KLHK. (2020). Komposisi Sampah Berdasarkan Sumber Sampah. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/

KLHK. (2021, Februari 15). KLHK: Sampah Rumah Tangga Meningkat 36 Persen Saat Pandemi. https://www.republika.co.id/berita/qok82f428/klhk-sampah-rumah-tangga-meningkat-36-persen-saat-pandemi

W4C. (2019). Waste4Change Mendukung Konsep Hijau 3R (Reduce-Reuse-Recycle). https://waste4change.com/blog/konsep-prinsip-3r-reduce-reuse-recycle/

Zheng, J., & Suh, S. (2019). Strategies to reduce the global carbon footprint of plastics. Nature Climate Change, 9(5), 374–378. https://doi.org/10.1038/s41558-019-0459-z


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?