Kajian Revolusi Mental Ditinjau Dari Al-Quran Dan As-Sunnah Untuk Membangkitkan Ghirah Dakwah IMM Di Era Millenial

Oleh: Eka Imbia Agus Diartika

Universitas Negeri Malang


Prolog: Bahaya Revolusi Mental Tanpa Mengenal Pondasi

Revolusi mental menjadi bahasan yang cukup vital pada era ini. Bahkan, akhir-akhir ini kalimat revolusi mental sering didengungkan oleh para petinggi negara. Revolusi mental berarti perubahan besar yang terjadi  pada mental. Mental memiliki arti yang cukup luas, menyangkut masalah karakter, sikap, watak, maupun perkembangan intelektual dan emosional seseorang. Jika pada zaman kemerdekaan Indonesia kita mengenal tokoh revolusioner seperti Ir.Soekarno, maka jauh sebelum zaman itu telah muncul tokoh revolusioner hebat di Indonesia, salah satunya yaitu KH. Ahmad Dahlan. Beliau melakukan revolusi mental melalui gerakan ijtihad dan tajdid yang dikemas dalam amar ma’ruf nahi munkar untuk menggiring mental kaum muslim agar terbebas dari kejumudan. 

Pada era ini kita tengah dihadapkan pada berbagai macam isu revolusi, dimana sangat penting untuk dikaji pondasi revolusi itu sendiri. Saat ini kita tengah berada pada era post millenial. Era ini digambarkan sebagai sebuah periode waktu dimana teknologi berkembang pesat dan menjadi sebuah gaya hidup bagi generasi di dalamnya. Generasi millennial menjadi sebutan bagi orang yang lahir sekitar tahun 1980 hingga 1999. Artinya, masyarakat yang kini berusia 18-35 tahun diklasifikasikan sebagai kaum millennial (Bedisa, 2017). Terdapat perubahan yang tajam pada era ini, mulai dari agama, ideologi dan partisipasi politik, nilai sosial, pendidikan, pekerjaan, kewirausahaan, teknologi, dan gaya hidup (Ali, 2017). Perubahan besar tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa terjadinya perubahan ialah sebuah fitrah, sehingga revolusi ialah sebuah keniscayaan. Pada saat ini telah muncul jiwa revolusioner yang terus menggaungkan revolusi. Namun, akan sangat bahaya jika jiwa revolusioner tersebut bangkit tanpa adanya pondasi revolusi. Bagi kaum muslim, pondasi yang seharusnya menjadi dasar dari revolusi ialah Al-Quran dan As-Sunnah.

Terdapat 2 hal penting jika revolusi berjalan tanpa mengenal pondasi, yaitu (1) mengubah sesuatu yang tidak seharusnya diubah dan (2) mengubah sesuatu yang seharusnya diubah, namun tidak mengetahui permasalahan mana yang akan diubah terlebih dahulu. Jika pondasi revolusi tak dipahami, maka sebuah perubahan yang pada dasarnya keniscayaan tidak akan mampu diterima oleh masyarakat dan akan menimbulkan permasalahan yang lebih kritis.


Al-Quran dan As-Sunnah Berbicara Tentang Revolusi

Kandungan ajaran Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk melakukan perubahan menunjukkan pentingnya menumbuhkan jiwa revolusioner jika ingin mengubah suatu keadaan. Kiranya sangat banyak faedahnya apabila ajaran tersebut mampu diaktualisasikan umat Islam untuk menciptakan perubahan besar dalam kehidupan. Banyak ayat yang secara jelas menyinggung persoalan tersebut dan dijadikan “Ayat Revolusi”, diantaranya adalah QS. Ar-Ra’d:11. 

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d:11).

Menurut tafsir Jalalayn, Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan melakukan perbuatan durhaka. Menurut tafsir Quraish Shihab, Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa dari susah menjadi bahagia, atau dari kuat menjadi lemah, sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka sesuai dengan keadaan yang akan mereka jalani. Oleh karena itu, perubahan ialah keniscayaan dan merupakan perintah dari Allah SWT yang harus dipahami bersama. Maka, menyelami ayat revolusi akan menjadi suatu hal yang penting untuk menemukan pondasi revolusi itu sendiri, sehingga tidak salah dasar dalam melakukan revolusi.

Selain ayat di atas, terdapat ayat yang menjelaskan mengenai perihal yang harus direvolusi. QS. Ali Imron: 110, ayat revolusi mental sekaligus menjadi landasan berdirinya IMM menerangkan bahwasanya revolusi yang dimaksud ialah mengubah suatu keadaan, termasuk keadaan mental melalui amar ma’ruf nahi munkar.

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al Imran: 110). 

Pada tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebaik-baik manusia untuk umat manusia, kalian datang membawa mereka dalam keadaan terbelenggu pada lehernya dengan rantai, selanjutnya mereka masuk Islam. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Atiyyah Al-Aufi, Ikrimah, Ata, dan Ar-Rabi' ibnu Anas, yaitu umat yang terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesama manusia. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umairah, dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritakan: Seorang lelaki berdiri menunjukkan dirinya kepada Nabi SAW yang saat itu berada di atas mimbar, lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?" Nabi SAW menjawab, "Manusia yang terbaik ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an dan paling bertakwa di antara mereka kepada Allah, serta paling gencar dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap mereka, dan paling gemar di antara mereka dalam bersilaturahmi." Pendapat yang benar mengatakan bahwa ayat ini mengandung makna umum mencakup semua umat ini dalam setiap generasinya, dan sebaik-baik generasi mereka ialah orang-orang yang Rasulullah SAW diutus di kalangan mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka.

Senada dengan ayat tersebut, terdapat hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman” (HR. Muslim).

Hadits itu menunjukkan pentingnya melakukan nahi munkar (mencegah kemungkaran). Hadits ini bermakna barangsiapa yang mengetahui adanya kemungkaran, baik lewat mata kepala sendiri maupun cerita dari orang lain, maka diperintahkan untuk mengubahnya. Terdapat 3 tingkatan dalam mengubah kemungkaran, yaitu:

1. Mengubah dengan tangan

Perintah ini merupakan perintah untuk mengubah keadaan melalui tangan berupa kekuasaan, biasanya kekuasaan politik.

2. Mengubah dengan lisan

Apabila tidak mampu mengubah dengan tangan atau tidak memiliki kekuasaan, maka kita diperintahkan untuk mengubah melalui lisan, yaitu dengan cara menasehati.

3. Mengubah dengan hati

Apabila tidak mampu mengubah dengan tangan maupun lisan, maka kita diperintahkan mengubah melalui hati. Namun, inilah selemah-lemahnya iman. Hati juga dikaitkan dengan revolusi, karena sebuah perubahan lahir karena dari sebuah kesenjangan. Untuk memahami kesenjangan tersebut, tentunya diperlukan olah rasa yang berawal dari hati.

Kajian Al-Quran dan As-Sunnah di atas sangat penting untuk dijadikan pondasi revolusi agar revolusi yang terjadi tidak serta-merta berjalan tanpa panduan yang jelas, namun mengacu pada ayat revolusi yang dapat dipastikan keabsahannya. 

Al-Quran dan As-Sunnah tidak hanya memerintahkan melakukan revolusi, namun secara gamblang juga menjelaskan tahapan revolusi. Suatu kisah datang dari seorang tabi’in, Ibnu Mardawaih. Suatu ketika, beliau mendatangi Ibnu Abbas dan mengatakan bahwasanya beliau ingin menjadi revolusioner. Ibnu Abbas pun menjawab, “apakah engkau yakin?”. Kisah ini mengisyaratkan kepada kita, bahwa menjadi seorang revolusioner bukan hanya berbicara tentang kemauan, namun juga harus memantaskan diri, seperti terdapat pada QS. Al-Baqarah: 44 sebagai berikut.

Artinya: “Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44).

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa untuk mengubah suatu keadaan harus dimulai dari sendiri. Ketika kita menyuruh kepada orang lain untuk melakukan kebaikan, tentunya kita harus melakukannya terlebih dahulu. Sebuah dosa apabila mengajari orang tentang suatu hal padahal kita sendiri tak mengamalkanya. Bahkan, Allah mengancam dalam QS. As-Shaf: 3.

Artinya: “Sangatlah besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS As-Shaf : 3).

Mengenai tahapan revolusi ini juga disebutkan dalam QS. At-Tahrim: 6 sebagai berikut.

Wahai orang-orang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka” (QS. At-Tahrim: 6). 

Perlu dipahami bahwa tahapan revolusi itu dimulai dari diri sendiri, keluarga, kemudian masyarakat. Ibaratnya, memperbaiki diri sendiri baru orang lain. Revolusi mental sangat penting dilakukan sebelum melakukan revolusi fisik. Revolusi dibangun dari mental diri sendiri yang baik, terutama akhlak dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.


Revolusi Mental untuk Membangkitkan Ghirah Dakwah IMM di Era Millenials

Berbicara ayat revolusi, tak dapat lepas dari revolusi mental dan dakwah. Mengingat adanya keterkaitan antara revolusi mental dengan kebangkitan ghirah dakwah IMM di era milenials. Revolusi mental untuk aktivis dakwah IMM tentunya tak bisa dilepaskan dari Tri Kompetensi Dasar IMM, yang menjadi landasan dalam pergerakan, yaitu religiusitas, intelektualitas, dan humanitas.

1. Religiusitas

Sebagai organisasi kader yang berisikan nilai religuitas, IMM senantiasa memberikan pembaharuan keagamaan menyangkut pemahaman pemikiran dan realisasinya dalam kehidupan. Menjadikan Islam sebagai idealitas sekaligus jiwa yang menggerakan. Apalagi di era milenial yang penuh gejolak kehidupan, IMM harus menunjukkan karakternya dan mewarnai dunia dakwah keislaman.

2. Intelektualitas

IMM berproses untuk menjadi pusat unggulan terutama dalam hal intektual. Melalui wadah ini diharapkan kader ikatan mampu menjadi ide-ide pembaharuan dan pengembangan. Kader IMM harus mampu berpikir universal tanpa tersekat oleh aklusivisme. Sebagai salah satu dari kelompok intektual yang menginginkan kemajuan dalam berbagai lini kehidupan, IMM harus proaktif mencari informasi mengenai problematika pada era milenial ini sekaligus memberikan pencerahan dan solusi.

3. Humanitas

Perubahan tidak hanya berbicara tentang konsep, namun perlu perjuangan mewujudkan konsep atau ide perubahan tersebut. Pada fase ini dibutuhkan kerja keras, semangat, ketabahan, kesabaran, dan stamina yang besar agar tidak berhenti di tengah jalan. Kader IMM harus memiliki kesadaran untuk mewujudkan perubahan peradaban yang berkemajuan dalam kehidupan masyarakat.

Selanjutnya, dengan tetap memperhatikan tahapan revolusi, maka langkah implementasi oleh kader IMM yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut.

  1. Diri sendiri

Diri sendiri merupakan poros dari sebuah perubahan sebelum memperbaiki orang lain. Sebagai kader IMM, yang dapat dilakukan ialah semangat mencari ilmu, mendahulukan kajian dan majelis ilmu, baik ilmu agama, maupun ilmu umum. Hal ini dapat dilakukan untuk memperluas khazanah keislaman dan keilmuan para kader IMM.

  1. Orang lain

Setelah memperbaiki diri sendiri, selanjutnya adalah memperbaiki keadaan orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan jiwa revolusi islam dalam setiap lini kehidupan, termasuk dalam hubungan kemanusiaan (humanitas). Meskipun belum sempurna, namun kita harus memulai berdakwah, termasuk kepada keluarga dan masyarakat. Dalam hadits HR. Muslim disebutkan sebagai berikut.

Artinya: “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).

Maka, itulah balasan bagi orang yang senantiasa berdakwah dan menebarkan kebaikan. Tiada alasan lagi untuk tidak berdakwah, karena bagaimanapun berdakwah ialah tugas setiap muslim. Jika diri terus menerus merasa kurang baik dalam berdakwah, niscaya tidak akan pernah ada dakwah di muka bumi, karena sejatinya tiada manusia yang sempurna.

Dengan demikian, revolusi mental yang berpondasi pada Al-Quran dan As-Sunnah sangat penting ditanamkan pada jiwa kader IMM dalam rangka membangkitkan semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Implementasi revolusi mental dapat diwujudkan dalam berbagai program kerja IMM, yang mencakup ranah religiusitas; seperti program mu’allim dan majelis ulul albab, ranah intelektualitas; seperti seminar mahasiswa berkemajuan dan pembentukan cluster akademik untuk membimbing penulisan karya tulis ilmiah, dan ranah humanitas; seperti mengadakan seminar disabilitas dan bakti sosial untuk anak jalanan. Inilah pengejawantahan nilai-nilai revolusi mental menurut Al-Quran dan As-Sunnah yang dapat diwujudkan oleh kader IMM. Dengan memahami pondasi revolusi mental secara kaffah, diharapkan ghirah dakwah kader IMM semakin membara. Kader IMM diharapkan menjadi pelopor dalam rangka menebarkan kebaikan untuk umat.


DAFTAR RUJUKAN

Ali, Hasanuddin. 2017. Generasi Millenial Indonesia: Tantangan dan Peluang Pemuda Indonesia. (Online, http://alvara-strategic.com/generasi-millennial-indonesia-tantangan-dan-peluang-pemuda-indonesia/), diakses 17 April 2018.

Bedisa, Intan. 2017. Tantangan dan Peran Pemuda di Era Generasi Millenials. (Online, http://serikatnews.com/tantangan-dan-peran-pemuda-di-era-generasi-millennials/), diakses 17 April 2018.

http://www.alquranpedia.org/2018/03/tafsir-ibnu-katsir-ali-imran-ayat-110-112.html

https://tafsirq.com/13-ar-rad/ayat-11#tafsir-jalalayn

https://tafsirq.com/13-ar-rad/ayat-11#tafsir-quraish-shihab


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?