Pertanyaan yang ada di judul itu sering kulontarkan pada diriku, yang masih acap kali labil dalam bertindak kebaikan. Rupanya memang benar apa yang disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat bahwa istiqamah sangat tergantung pada kualitas iman kita. Ketika iman kita berada di puncak, kita akan sangat ringan menjalankan beragam ibadah, termasuk shalat, puasa, hingga sedekah. Namun sebaliknya, di saat iman lemah, rasanya untuk menjalankan ibadah wajib aja berat, apalagi ibadah sunnah. Astaghfirullah.
Hal ini pun juga seringkali saya rasakan. Saya pun gelisah, sebab belum bisa menemukan formula yang pas agar selalu istiqamah, bisa benar-benar menjalankan ibadah karena Allah.
Kalimat menjalankan ibadah karena Allah rasanya sangat mudah diucapkan, namun nyatanya begitu sulit untuk diwujudkan. Untuk bisa dipraktikkan, hal paling mendasar ialah tauhid kita, yakni keyakinan kita kepada-Nya.
Tauhid sangat berpengaruh pada segala aspek kehidupan. Orang yang kualitas tauhidnya bagus, sebagai konsekuensinya ia juga akan senantiasa istiqamah menjalankan ibadah tanpa mengharap apapun selain keridhaan-Nya. Orang yang berkeyakinan kuat, ia tetap menjalankan syariat agama, sekalipun harus penuh tetes peluh, berdarah-darah, berjuang habis-habisan.
Hal inilah yang mendasari perjuangan para sahabat Rasulullah. Mereka sekuat tenaga memperjuangkan agama Allah, demi mendapatkan kasih sayang-Nya, keridhaan-Nya. Karenanya, pahitnya perjuangan tak akan terasa, sebab hanyalah surga yang ada di bayanganya, sebagai balasan kebaikannya.
Lalu, bagaimana dengan kita yang masih naik turun istiqamahnya?
Tentu saja, hal ini tergantung pada tauhid kita. Tauhid kita yang perlu dipertanyakan. Tauhid inilah yang kemudian menentukan niat dan segala ikhtiar kita.
Sebagai manusia biasa, saya masih merasa kesusahan dalam mengatur niat supaya bisa benar-benar hanya tertuju kepada-Nya. Inilah yang perlu diperbaharui di setiap harinya.
Bagaimana kita mengusahakan agar niat kita benar, sehingga kita bisa istiqamah?
Saya terkadang merasa iri terhadap teman saya yang selalu istiqamah. Mereka beribadah seolah tanpa ada tendensi untuk kepentingan dunia sama sekali. Sehingga, mereka bisa merasakan manisnya sujud dan rukuk, bahkan bisa berlama-lama dalam prosesnya.
Maka disini, peran teman ialah sangat penting untuk saling memberi motivasi dalam beribadah, mencapai target-target untuk kebahagiaan akhirat.
Setidaknya, ketika kita iri dengan keadaan baik dari teman kita, kita kemudian kita mencontoh kesehariannya, sehingga lama kelamaan kita bisa menjadi baik sepertinya.
Jadi kapan kita bisa istiqamah?
Ini sangat tergantung pada usaha kita. Hal ini perlu diikhtiarkan. Kita harus fokus pada target utama, yaitu keridhaan-Nya. Sebab, hanya dengan keridhaan-Nya lah keindahan surga dapat kita rasakan. Membayangkan tentang surga impian yang akan kita capai karena keistiqamahan kita bisa jadi akan mendorong kita untuk istiqamah dalam kebaikan.
Hal ini pun juga seringkali saya rasakan. Saya pun gelisah, sebab belum bisa menemukan formula yang pas agar selalu istiqamah, bisa benar-benar menjalankan ibadah karena Allah.
Kalimat menjalankan ibadah karena Allah rasanya sangat mudah diucapkan, namun nyatanya begitu sulit untuk diwujudkan. Untuk bisa dipraktikkan, hal paling mendasar ialah tauhid kita, yakni keyakinan kita kepada-Nya.
Tauhid sangat berpengaruh pada segala aspek kehidupan. Orang yang kualitas tauhidnya bagus, sebagai konsekuensinya ia juga akan senantiasa istiqamah menjalankan ibadah tanpa mengharap apapun selain keridhaan-Nya. Orang yang berkeyakinan kuat, ia tetap menjalankan syariat agama, sekalipun harus penuh tetes peluh, berdarah-darah, berjuang habis-habisan.
Hal inilah yang mendasari perjuangan para sahabat Rasulullah. Mereka sekuat tenaga memperjuangkan agama Allah, demi mendapatkan kasih sayang-Nya, keridhaan-Nya. Karenanya, pahitnya perjuangan tak akan terasa, sebab hanyalah surga yang ada di bayanganya, sebagai balasan kebaikannya.
Lalu, bagaimana dengan kita yang masih naik turun istiqamahnya?
Tentu saja, hal ini tergantung pada tauhid kita. Tauhid kita yang perlu dipertanyakan. Tauhid inilah yang kemudian menentukan niat dan segala ikhtiar kita.
Sebagai manusia biasa, saya masih merasa kesusahan dalam mengatur niat supaya bisa benar-benar hanya tertuju kepada-Nya. Inilah yang perlu diperbaharui di setiap harinya.
Bagaimana kita mengusahakan agar niat kita benar, sehingga kita bisa istiqamah?
Saya terkadang merasa iri terhadap teman saya yang selalu istiqamah. Mereka beribadah seolah tanpa ada tendensi untuk kepentingan dunia sama sekali. Sehingga, mereka bisa merasakan manisnya sujud dan rukuk, bahkan bisa berlama-lama dalam prosesnya.
Maka disini, peran teman ialah sangat penting untuk saling memberi motivasi dalam beribadah, mencapai target-target untuk kebahagiaan akhirat.
Setidaknya, ketika kita iri dengan keadaan baik dari teman kita, kita kemudian kita mencontoh kesehariannya, sehingga lama kelamaan kita bisa menjadi baik sepertinya.
Jadi kapan kita bisa istiqamah?
Ini sangat tergantung pada usaha kita. Hal ini perlu diikhtiarkan. Kita harus fokus pada target utama, yaitu keridhaan-Nya. Sebab, hanya dengan keridhaan-Nya lah keindahan surga dapat kita rasakan. Membayangkan tentang surga impian yang akan kita capai karena keistiqamahan kita bisa jadi akan mendorong kita untuk istiqamah dalam kebaikan.
Komentar
Posting Komentar