Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, pada malam ini kita dikumpulkan dalam satu
grup WA, untuk sama-sama belajar, sama-sama mencari ilmu untuk mendapatkan
pemahaman. Disini saya bukanlah yang paling hebat, karena saya yakin disini
banyak yang lebih hebat, banyak yang lebih berpengalaman daripada saya, hanya
saja kali ini saya diberikan kesempatan untuk sedikit berbagi pengetahuan dan
pengalaman. Terimakasih Tim Omah Kincir yang sudah bersedia mengundang saya
hehe.
Langsung saja, sebentar lagi kita akan memulai OK
Inspiratif Talks #1 yang bertajuk “Literasi untuk Sejuta Prestasi”.
Sahabat Omah Kincir, apasih literasi itu?
Literasi secara bahasa berasal dari Bahasa Latin literatus,
yang artinya sedang belajar. Berdasarkan beberapa referensi yang saya baca,
literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca, menulis, berhitung,
memecahkan masalah, maupun berbicara. Banyak jenis literasi yang mulai kita
kenal saat ini, seperti literasi bacaan, literasi visual, literasi kesehatan,
literasi sains, literasi media, dsb. Secara singkat, dapat dikatakan literasi
itu “melek”, seperti halnya literasi media, berarti “melek, paham,
dan peduli terhadap media”.
Bagaimana bisa dengan literasi bisa menabung prestasi?
Berbicara tentang literasi, kebetulan saya sangat tertarik
menggeluti dunia ini, walaupun saya dari jurusan Biologi, FMIPA. Bahasan
literasi yang dulunya terbatas pada dunia sastra, sekrang mulai menjamur pada
segala ranah. Ruh dari kegiatan literasi ialah membaca, memahami bacaan,
dan menulis. Kalau boleh saya katakan, literasi yang tinggi akan sangat
menunjang kehidupan kita, termasuk jika kita ingin berprestasi. Yang disebut
berprestasi bukan hanya dibatasi menang lomba, mendapat piala, mendapat medali,
dsb. Mendapatkan sebuah pemahaman yang utuh kemudian menciptakan
gagasan yang memberikan kebermanfaatan ialah makna besar dari sebuah prestasi. Maka
disini, literasi sangat penting untuk meraih prestasi. Literasi ibarat gerbang
yang akan membuka jalan kesuksesan kita, karena kesuksesan itu berawal dari
sebuah pemahaman yang utuh terhadap segala sesuatu. Pemahaman yang utuh ini
akan menjadikan diri kita menjadi seorang yang cakap (be qualified).
Maka, literasi yang tinggi akan menjadikan diri semakin berkualitas dan pribadi
yang arif.
Cerita Perjalanan Esai
Nah, setelah ini saya akan bercerita tentang esai saya.
Esai ini sengaja saya tulis di tengah kesibukan ujian akhir semester, sampai di
malam harinya saya tidak sempat belajar karena menulis esai ini (jangan
dicontoh ya). Alhamdulillah, Allah yang menuntun jari ini untuk terus
menuliskan kata per katanya, hingga rampung dari pendahuluan sampai penutup
hehe. Esai ini saya dedikasikan untuk komunitas sosial kami di Trenggalek,
yaitu Donasi Sampah untuk Literasi (DSLr). Bagi yang belum kenal dengan kami,
atau ingin mengikuti kegiatan kami, bisa langsung cek dan follow IG kami
@diari_sociopreneur (maaf promosi) atau langsung saja PC saya hehe. Kala itu,
judul esai yang saya angkat yaitu Menumbuhkan Budaya
Baca melalui Komunitas Literasi untuk Indonesia Unggul dan Berdaya Saing.
Esai ini hanya saya tulis beberapa jam mendekati deadline
wkwk (yang ini jangan ditiru lagi ya, karena saya sudah terbiasa seperti ini,
tetiba ide banyak bermunculan ketika mendekati deadline hehe). Saya pun
menunggu beberapa hari, hingga tibalah pengumuman 30 besar. Alhamdulillah, saya
sangat bersyukur ketika masuk 30 besar, dan saatnya menunggu lagi untuk
pengumuman 3 besar. Alhamdulillah, saya bisa mendapatkan juara 1. Sejujurnya,
saya tidak menyangka bisa mendapatkan juara 1 pada lomba ini, karena jujur saja
pembahasannya masih kurang mendalam. Kalau ada yang menginginkan esai saya,
insyaAllah nanti bisa saya kirimkan disini. Ini ialah kali ketiga saya bisa
memenangkan lomba menulis esai, kali pertama dan kedua membahas tentang agama. Dalam
setiap esai yang saya tulis, hal yang dapat saya ambil hikmah, yaitu menulis
yang sesuai apa yang kita rasakan, apa yang benar-benar menjadi ganjalan di
hati kita, dan memunculkan solusi darinya. Menulis dari hati, itulah kuncinya.
Pembahasan Esai
Selanjutnya, saya akan bercerita sedikit tentang esai saya.
Sejak jauh hari, saya sudah menyiapkan konten esai yang hendak saya tulis
dengan menyebarkan kuisioner minat baca dan media sosial. Angket tersebut
sengaja saya sebar untuk mengetahui seberapa besar minat baca masyarakat
dibandingkan dengan minat bermedia sosial. Ternyata sebanyak 90% responden
lebih suka menggunakan media sosial dibandingkan membaca buku. Lalu dalam
penggunaan media sosial, hanya 19,3% yang digunakan untuk membaca buku atau
artikel, selebihnya dihabiskan untuk membaca chat, melihat story orang,
dan aktivitas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang masih
lebih tertarik menggunakan media sosial dari pada membaca. Hasil pengisian
angket tersebut semakin menggerakkan saya untuk menulis esai bertajuk literasi.
Berbicara mengenai literasi, beberapa saat yang lalu saya
membaca ulasan dari Pak Boy, staf presiden untuk bidang agama, mengatakan bahwa
saat ini perlu dibudayakan Literasi Tradisional untuk
menangkal bahaya dari Literasi Instan. Ya, sebagaimana kita
ketahui, tingginya arus informasi di dunia maya ini mau tidak mau menjadikan
generasi kita menjadi generasi instan, yang hanya mencari informasi dari media
sosial. Banyak orang yang tetiba ahli bermunculan di media sosial, sehingga
terkadang seorang ahli malah tenggelam di dasar atau sering kita sebut “matinya
seorang ahli”. Maka disini, Literasi Tradisional yang berciri
khas “belajar langsung dari ahlinya” sangat penting diterapkan
untuk saat ini. Oleh karena itu, dalam mempelajari segala sesuatu memanglah
perlu belajar dari ahlinya. Seperti halnya ketika hendak menulis esai, KTI,
PKM, dsb., kita sangat perlu ada ruang berdiskusi, perlu sebuah komunitas yang
memfasiltasi hal ini. Maka disini, esai saya lebih mengedepankan peran
komunitas dalam menunjang literasi. Semua kegiatan di komunitas literasi
dilakukan secara menyenangkan, sehingga tidak terkesan memaksa, meskipun tujuan
utamanya ialah membiasakan untuk gemar membaca. Kegiatan dalam komunitas
literasi ini dilakukan secara berkelompok dengan tempat bisa di indoor ataupun outdoor, sehingga
tidak menimbulkan kebosanan dan para anggota bisa nyaman mengikuti kegiatan
ini.
Literasi dan prestasi ialah
dua hal yang tak dapat dipisahkan. Coba kita lihat, berapa banyak prestasi yang
dapat diraih oleh bangsa yang berliterasi tinggi. Sebagai contoh di negara
Jepang, yang punya literasi sampah yang tinggi, hingga mampu mengondisikan
masyarakatnya menjadi masyarakat yang bijak dalam memilah dan mengolah sampah.
Contoh lain ialah negara Finlandia, yang punya literasi tertinggi di dunia,
hampir 100%, menjadikannya negara dengan pendidikan terbaik di dunia.
Coba
kita refleksi, bagaimana dengan Indonesia? Menurut data statistik dari UNESCO,
dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60 dengan tingkat literasi
rendah. Miris bukan? Oleh karena itu, marilah kita sebagai generasi muda,
mulai membangkitkan kembali ghirah kita dalam berliterasi, lebih semangat lagi
dalam berlomba-lomba untuk kebaikan, berkumpul dengan komunitas literasi,
berprestasi, dan bermanfaat untuk negeri. Majunya Indonesia tergantung dari
generasi mudanya. Salam Literasi.
First komen mbak eka semoga selalu bersemangat berbagi ilmu 😇
BalasHapusAamiin. Aamiin. Semoga kita bisa istiqamah selalu dalam berbuat baik dek krn Allah. Terimakasih bersedia membacanya hehe.
Hapus