(Harapan untuk
Muhammadiyah)
Muhammadiyah
merupakan suatu gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan
tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Gerakan ini ditujukan kepada
perseorangan maupun masyarakat. Muhammadiyah yang berdiri pada 18 November 1912
adalah organisasi tua, ia menjadi yang tertua di negeri ini karena organisasi
yang lahir sebelumnya atau pada saat yang hampir bersamaan banyak yang sudah
tinggal nama dalam sejarah. Dalam usia yang telah mencapai satu abad (103 tahun
dalam kalender Hijriyah) gerakan Islam ini sebagai contoh terbaik bagi gerakan
modernisme Islam yang masih mampu menunjukkan elan vitalnya untuk tetap survive dan berkiprah dalam percaturan
kehidupan umat manusia (Febriansyah dkk., 2013).
Menurut Febriansyah dkk. (2013), di
abad kedua ini, Muhammadiyah berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan
pencerahan (tanwir). Sebuah gerakan yang merupakan praksis Islam yang
berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan.Gerakan
yang dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan
berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya
yang bercorak struktural dan kultural. Untuk mewujudkan Indonesia bebas atas
problem kemanusiaan, khususnya kemiskinan bukanlah perkara yang mudah.
Muhammadiyah harus berkomitmen dan berusaha lebih keras lagi untuk mengentaskan
seluruh problem kehidupan di Indonesia melalui berbagai amal usahanya yang
dirintis pada bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Ortom (Organisasi
Otonom) yang dibentuk oleh Muhammadiyah harus berperan aktif dalam mewujudkan
Indonesia yang lebih cemerlang.
Seperti yang ditulis oleh Kelana
dalam Republika (2015), kemiskinan menjadi momok dalam
masyarakat Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan,
tetapi angka kemiskinan tidak turun secara signifikan. Jumlah penduduk miskin
pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen
dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini disebabkan
beberapa faktor, termasuk kenaikan harga BBM, inflasi, dan pelemahan dolar.
Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengatakan bahwa berdasarkan
kajian, kolaborasi ketiga faktor tersebut bisa menambah angka kemiskinan
sebesar satu persen. Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada
tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau
28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta
jiwa.
Indonesia
adalah bangsa yang besar, mempunyai sumber daya dan kekayaan nasional yang
melimpah. Ironisnya hal ini tidak bisa menjadikan negara Indonesia menduduki
jajaran negara terkaya di dunia versi Bank Dunia seperti halnya Luksemburg,
Norwegia, dan Qatar (Dewi, 2014). Menurut Lan (2008), kemiskinan dapat
disebabkan oleh salah satu atau gabungan faktor-faktor berikut ini: (1) rendahnya
tingkat pendidikan, (2) rendahnya keterampilan yang dikuasai, (3) tidak
memiliki penghasilan tetap, (4) tidak memiliki modal usaha, (5) tidak memiliki kesempatan
untuk berusaha, (6) tidak memiliki kemauan, dan (7) tidak tahu harus bagaimana.
Sedangkan pemahaman tentang kemiskinan bisa dilihat dari beberapa dimensi berikut.
1.
Rendahnya kesejahteraan.
Kesejahteraan
adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
2.
Rendahnya akses sumber daya.
Akses
pada sumberdaya adalah adanya peluang untuk memanfaatkan sarana untuk
menggunakan fasilitas dan berproduksi, seperti menggunakan teknologi informasi,
kredit modal, pelayanan kesehatan, sumber daya alam, dan sebagainya.
3.
Rendahnya kesadaran kritis.
Pemahaman
tentang kesadaran kritis adalah kesadaran yang menjadikan rakyat tahu akan hak
dan dapat memperjuangkan hak itu, seperti mampu menentukan pilihan, berani
berpikir bebas, berani mempertanyakan segala nilai, norma, dan seterusnya.
4.
Rendahnya partisipasi.
Partisipasi
adalah peran rakyat untuk bisa terlibat atau ikut andil dalam pengambilan
keputusan dan menjadikannya lebih aktif, bukan sebagai anggota yang pasif.
5.
Rendahnya daya atau posisi tawar.
Posisi
tawar adalah kemampuan rakyat untuk menentukan nasib dan kepentingan sendiri,
menentukan pemanfaatan sumberdaya, dan punya kekuatan menuntut hak.
Kemiskinan
di Indonesia tidak hanya terjadi di daerah pedesaan namun juga perkotaan. Di
pedesaan, sektor pertanian lebih digeluti dan diminati oleh masyarakat yang
mayoritas bekerja sebagai petani. Namun para petani hanya bermodalkan semangat
bekerja ditambah sedikit modal dan keterampilan seadanya dalam membangun usaha
pertaniannya. Hasilnya pun tak bisa bersaing di tingkat global, di tingkat
lokal pun para petani tidak mampu keluar dari persoalan yang cenderung tidak
menguntungkan dirinya seperti tidak stabilnya harga pasar. Dengan demikian para
petani sulit meningkatkan dan mengembangkan usahanya serta sangat berat
meningkatkan kesejahteraannya.
Sementara
itu, kemiskinan masyarakat perkotaan lebih parah. Di perkotaan disparitas
tingkat ekonominya sangat tajam sehingga peluang munculnya konflik-konflik
horisontal dan vertikal tentu lebih besar, diawali dari faktor kecemburuan
sosial, kemudian lama-kelamaan bertali temali dengan berbagai beban hidup yang
ganas di daerah perkotaan, pada gilirannya berdampak pada eskalasi menyeruaknya
berbagai konflik hingga pada batas tertntu memunculkan kerusuhan (Lan, 2008).
Sering kali ditemui para pengemis di sepanjang jalan atau di sekitar lampu lalu
lintas. Para penjual keliling pun juga belum mendapatkan kesejahteraan dari
pemerintahan. Para pengamen harus rela naik-turun bus demi mencari sesuap nasi.
Inilah fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini. Sudah tidak dapat disangkal
lagi bahwa Indonesia masih berada pada garis kemiskinan dengan tingkat
pengangguran yang tinggi akibat kurangnya lapangan pekerjaan.
Menurut
Lan (2008), untuk mencapai keberhasilan penanggulangan kemiskinan, maka
diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut.
1.
Tidak adanya kesenjangan baik itu
pendapatan, latar belakang budaya dan sistem nilai dalam kelompok swadaya
masyarakat.
2.
Adanya kesamaan untuk semua subkelompok
di tingkat pedesaan, dan terlembaga di dalam komite pengelola kelompok.
3.
Tidak adanya faktor pemecah belah dan
konflik yang potensial seperti misalnya perbedaan agama atau kasta.
4.
Ukuran kelompok-kelompok yang masih
dapat terorganisir.
5.
Adanya warisan kebudayaan untuk
melakukan aktivitas yang mandiri.
6.
Adanya komitmen dari para pemuka
masyarakat untuk membangun kesejahteraan komunitas.
7.
Adanya infrastruktur yang paling tidak
meliputi jalan, sekolah, puskesmas, dan sebagainya.
Menurut Lan
(2008) penanggulangan kemiskinan yang tepat adalah.
1.
Tumbuh dan menguatnya kelembagaan dalam
kerangka community development , yang
memungkinkan partisipasi rakyat miskin kota dalam proses pengambilan keputusan,
yang didukung oleh pemerintahan yang bersih dengan prinsip demokrasi,
transparam, kesetaraan gender, serta adanya kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang memihak rakyat.
2.
Terwujudnya ruang kesempatan, dimana
rakyat miskin dapat memperoleh ruang dan kesempatan yang sama denagn pelaku
pembangunan lainnya dalam proses, pola, dan implementasi pembangunan
3.
Pendekatan pembangunan secara menyeluruh
dengan bertumpu pada partisipasi aktif dari komunitas.
4.
Pemberdayaan rakyat miskin kota melalui
pengorganisasian rakyat miskin kota dengan membentuk kelompok-kelompok
masyarakat
5.
Peninjauan kebijakan perundangan,
peraturan daerah dan tata kota yang ada, untuk memberikan ruang dan kesempatan
yang lebih besar kepada rakyat miskin kota.
Sejarah
menunjukkan masyarakat bisa mencapai kemakmuran karena berhasil memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki. Sumber daya ini merupakan faktor produksi atau
masukan dalam suatu proses produksi. Karena itu dalam melakukan aktivitas
ekonomi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan hendaknya
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan seluruh umat manusia. Manusia
diperintahkan untuk menciptakan kemakmuran (Hud:22). Sumber daya alam adalah
sumber rezeki. Manusia ditunjukkan sumber rezekinya pada sumber daya alam
(Al-Baqarah:22). Mereka yang
memanfaatkan sumber daya alam, tentu saja mereka yang memiliki kemampuan. Oleh
sebab itu, sumber daya alam perlu dikembangkan. Kesemua jenis sumber daya itu
apabila dapat diolah dan didayagunakan secara maksimal akan menjadi harta
kekayaan yang bermanfaat bagi manusia dan harta itu adalah nikmat Allah,
alat-alat provisi (perlengkapan), kesenangan, dan kebanggaan (Chalil, 2009).
Pemerintah
pun sebenarnya telah berusaha untuk menanggulangi dan menurunkan angka
kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan sudah dilaksanakan sejak masa orde
baru melalui berbagai bentuk program seperti INSUS (Intensifikasi Khusus),
INMUM (Intensifikasi Umum), BIMAS (Bimbingan Massal), INMAS (Intensifikasi
Massal), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit Usaha Kecil), Wajib
Belajar, INPRES Desa yang dilanjutkan dengan INPRES Desa Tertinggal (IDT).
Selain itu ada tiga program yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan.
Program ini langsung ditujukan kepada penduduk miskin, yaitu: (1) menyediakan
kebutuhan pokok untuk keluarga miskin, (2) mengembangkan sistem jaminan sosial,
dan (3) mengembangkan budaya masyarakat miskin (Sa’dyah, 2009). Namun hasilnya
belum begitu memuaskan. Belum terjadi perubahan yang signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Indonesia.
Sebagai
organisasi yang juga bergerak di bidang sosial, sesuai dengan misinya yaitu ingin
mengentaskan problem-problem yang terjadi di Indonesia, salah satunya adalah
memberantas kemiskinan. Diantara amal Muhammadiyah untuk mengurangi tingkat kemiskinan
adalah melalui Pemberdayaan Petani dan
Masyarakat Miskin oleh MPM. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) baru
dibentuk berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di Malang Jawa
Timur. Pembentukan itu didasari kenyataan bahwa kaum miskin di Indonesia
setelah 11 tahun reformasi (1998) belum mengalami perbaikan yang berarti.
Sejak
awal berdirinya, Muhammadiyah sebenarnya sudah merintis usaha pemberdayaan
masyarakat dengan adanya bagian Penolong Kesengsaraan Umum. Kini, ketika
kondisi kehidupan rakyat miskin tidak mendapat pembelaan, Muhammadiyah mulai
merintis upaya mengembalikan lagi vitalitas awal untuk menolong rakyat miskin.
Pada Muktamar tahun 2000 dibentuk Lembaga Buruh, Petani dan Nelayan. Pada
Muktamar 2005 di Malang upaya ini lebih sempurnakan lagi dengan dibentuknya
Majelis Pemberdayaan Masyarakat. Lima tahun pertama sejak pembentukannya
(2005-2010) sudah ada 70 kabupaten yang dimasuki oleh Majelis Pemberdayaan
Masyarakat. Sekitar 40 kabupaten antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY,
Maluku, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Sumatera
Barat,
program-program MPM bisa efektif berjalan baik (Febriansyah dkk., 2013).
Selain
itu, Muhammadiyah juga telah mendirikan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah
Muhammadiyah (LAZISMU), yang merupakan lembaga nirlaba nasional yang berhidmat
dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif atas dana
zakat, infak, wakaf, sedekah dan dana kedermawanan lainnya baik dari
perorangan. Lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. LAZISMU didirikan
mengingat dua hal, yaitu pertama, fakta Indonesia yang berselimut kemiskinan,
kebodohan dan indeks pembangunan manusia (Human Development Index) yang rendah
yang semuanya itu disebabkan dan berakibat tatanan keadilan sosial yang lemah.
Kedua, zakat, infak, sedekah dan kedermawanan lainnya diyakini mampu mendorong
keadilan sosial, pembangunan manusia dan mengentaskan kemiskinan. Berdirinya
LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern
yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesaian masalah sosial
kemasyarakatan.
Usaha
pemerintah maupun Muhammadiyah pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu
ingin menjadikan Indonesia bebas dari kecaman kemiskinan. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya kadang kurang bisa mewujudkan tujuan yang hendak dicapainya.
Seperti terjadinya kasus korupsi dana oleh instansi pemerrintahan yang
seharusnya digunakan untuk pemerataan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan
keadilan. Hal ini tentu akan menurunkan tingkat keberhasilan pelaksanaan
program tersebut. Muhammadiyah sendiri dalam berdakwah dan mewujudkan misinya
tentu memiliki berbagai tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu muncul
dari internal maupun eksternal Muhammadiyah dalam berbagai bidang seperti
bidang politik, ekonomi, dan sosial. Berbagai tantangan dihadapi Muhammadiyah
dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya serta
mengentaskan berbagai problem kehidupan di Indonesia khususnya masalah
kemiskinan. Tantangan tersebut diharapkan tidak akan menjadi penghalang bagi
Muhammadiyah agar tetap terus bergerak menebar kebaikan khususnya di Indonesia.
Sebagai sebuah organisasi sudah sewajarnya
Muhammadiyah mendapatkan kritikan, antara lain: (1) kaderisasi kompetensi
keulamaan di Muhammadiyah terkesan lamban, (2) minim lembaga pencetak kader
keulamaan yang solid seperti pesantren, (3) pola ibadah cenderung “kering” dari
nuansa penghayatan dan tasawuf, dan (4) gerakan dakwahnya bersifat elitis dan
akademis di daerah perkotaan (Hanafi dkk., 2014). Inilah saatnya Muhammadiyah mendengarkan
sejumlah kritikan dari berbagai pihak agar bisa memaksimalkan peran dan tujuan
yang hendak dicapainya.
Menurut
Sutrisno dalam Febriansyah dkk. (2013), sebagai organisasi sosial keagamaan
yang besar, serta telah cukup matang dan dewasa dalam menimbang dan bersikap,
maka seluruh keluarga besar Muhammadiyah, diharapkan tetap dapat memelihara
kerukunan, disiplin, etika dan kesetiaannya terhadap organisasi. Antara lain
harus dapat ditunjukkan, dengan kepatuhan dan keikhlasannya, dalam menerima dan
menjabarkan dan melaksanakan semua keputusan, yang telah menjadi kemufakatan dan
kesepakatan Muktamar. Oleh karena itu, perlu terus ditumbuhkan, rasa saling
pengertian dan saling percaya, sikap saling menghormati dan menghargai, sikap
saling mengingatkan dan saling
Mengisi, serta
semangat kebersamaan dan kekeluargaan diantara sesama warga keluarga besar
Muhammadiyah, dan keluarga besar Bangsa Indonesia.
Segenap
warga keluarga besar Muhammadiyah, hendaknya bangkit tertantang untuk berperan
serta lebih aktif, kreatif dan antisipatif, di semua sisi kegiatan pembangunan.
Terutama yang berhubungan dengan upaya pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi. Bukan saja dalam hal profesionalitas dan ketrampilannya,
namun juga dalam hal akhlak dan budi pekertinya, wawasan dan semangat
kebangsaan, serta kesehatan dan kesamaptaan jasmaninya. Selain itu,
Muhammadiyah juga dituntut untuk mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh
sebagian besar masyarakat kita, yaitu upaya pengentasan kemiskinan, antara lain
melalui pemberdayaan sektor usaha kecil, dan pengentasan penduduk tertinggal (Sutrisno
dalam Febriansyah dkk., 2013).
Menurut
Uchrowi dalam Febriansyah dkk. (2013), potret kemiskinan, kebodohan, serta
moral rendah masih mendominasi wajah bangsa ini. Kemiskinan adalah masalah
pelik yang telah mengakar di Indonesia sejak zaman penjajahan. Sesuai dengan
tujuan awal didirikannya Muhammadiyah yaitu memberantas kebodohan dan kemiskinan.
Maka inilah tugas semua kader Muhammadiyah dari dulu hingga sekarang agar terus
meningkatkan gerakannya melalui amal usahanya dan menggerakkan ortomnya untuk
terus berusaha memberantas kemiskinan di Indonesia.
Muhammadiyah
juga perlu mengembangkan wawasan yang lebih luas lagi dalam rangka mewujudkan
misinya untuk menurunkan angka kemiskinan. Hal yang sangat penting dilakukan
adalah belajar dari berbagai negara lain yang telah dapat mencapai
kesejahteraannya dan menjadi negara terkaya di dunia. Negara-negara Islam pun
banyak yang kaya dengan memafaatkan segala sumber daya yang ada. Seperti halnya
Qatar yang menjadi negara Islam terkaya pada peringkat pertama sejak 2011.
Pertumbuhan ekonomi Qatar terutama dari produksi gas alam dan mengekspornya,
minyak, dan petrokimia yang meningkat dan terus berkelanjutan. Predikat super
tersebut berdasarkan angka Produk Domestik Bruto 2011, yang mencapai 88.919
dolar. Qatar dinobatkan sebagai negara terkaya di dunia versi Majalah Forbes,
yang dilansir Jumat (3/2) (Liputan 6, 2012).
Selain
itu Muhammadiyah juga perlu membuat terobosan untuk ikut serta dalam membuat
kebijakan pemerintahan, salah satunya melalui partai politik. Memang saat ini
partai politik sudah dibentuk, namun terkadang masih dianggap hanya
menguntungkan segelintir orang saja, bukan Indonesia secara menyeluruh.
Sehingga perlu dibenahi niat dan motivasi ketika ingin memasuki dunia politik,
agar tujuan awal Muhammadiyah tercapai sebagaimana semestinya dan dapat
mengurangi penyelewengan yang ada. Muhammadiyah diharapkan tidak hanya
menciptakan program-program dalam lingkup kecil, namun Muhammadiyah harus lebih
berani lagi mengadakan program yang lebih besar dan bisa berdampak luas bagi
seluruh masyarakat di Indonesia. Saat ini mungkin kiprah Muhammadiyah masih
belum terlalu meluas di seluruh Indonesia dan manfaatnya belum bisa dirasakan
oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagai organisasi yang besar seharusnya
Muhammadiyah mampu memberikan kontribusi yang besar pula bagi negeri ini.
Muhammadiyah
diharapkan mampu menempa para kadernya agar menjadi kader yang militan yang
tidak hanya mengabdi pada organisasi, namun dalam cakupan yang lebih luas yaitu
mengabdi pada negeri. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi Muhammadiyah untuk
memaksimalkan perannya dalam rangka memberantas kemiskinan di Indonesia baik
melalui terobosan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai kader
Muhammadiyah diharapkan memahami secara mendalam latar belakang berdirinya
Muhammadiyah, salah satunya yaitu mengentaskan kemiskinan. Hal inilah yang
seharusnya terus menjadi obor penyemangat bagi generasi Muhammadiyah untuk
tetap berjuang demi mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan
terbebas dari kemiskinan.
DAFTAR RUJUKAN
Chalil, Zaki
Fuad. 2009. Pemerataan Distribusi Kekayaan dalam Ekonomi Islam. Tanpa kota:
Erlangga.
Dewi, Siti
Nuraisyah. 2014. Daftar 10 Negara Terkaya di Dunia, dimana Posisi Indonesia.
VIVAnews, 4 Juli 2014.
Febriansyah,
M. Raihan, Arief Budiman Ch., Yazid R. Passandre, M. Amir Nashiruddin,
Widiyastuti, & Imron Nasri. 2013. Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri. Yogyakarta:
Majelis
Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Hanafi,
Yusuf, Ach.Sulthoni, Muh Huda A.Y, Ahmad Munjin Nasih, Syafaat, Lilik Nur
Kholidah, Sjafruddin A.R., Muchsin Zain, Nurul Murtadho, Kholisin,
Moh.Khasairi, Ali Ma’sum, Jazimah, M.Thoha A.R, Nurhidayati, Hanik
Mahliatussikah, Laily Maziyah, Moh. Ahsanuddin, Ibnu Samsul Hudam & Irhami.
2014. Pendidikan Islam Transformatif
Membentuk Pribadi Berkarakter. Malang: LP3 UM.
Kelana, Irwan.
2015. Tantangan Kemiskinan pada 2015. Republika Online, 2 Januari 2015.
Lan, Liem Siok. 2008. Menuju Rakyat Berdaulat. Jakarta: Penerbit
Republika.
Liputan
6. 2012. Qatar Negara Terkaya di Dunia.
Liputan 6, 2 Maret 2012.
Sa’diyah,
Chumidatus & Dadang Argo P. 2009. Ekonomi 2, Kelas XI SMA dan MA. Jakarta:
Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya.
Jumlah Kata: 2486 kata
BIODATA
Eka Imbia Agus Diartika dilahirkan di Trenggalek, 6 Agustus 1996.
Sekarang sedang menempuh Pendidikan Biologi di Universitas Negeri Malang. Aktif
di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak tahun 2014. Menyukai dunia
kepenulisan, berupa cerpen, puisi, artikel, dan esay namun masih dalam tahap
belajar. Bisa dihubungi melalui email: eka.imbia@gmail.com atau melalui 085704375455.
Komentar
Posting Komentar