Beberapa saat yang lalu, saya bersih-bersih kamar. Menemukan banyak kenangan semasa SMA. Mulai dari buku catatan sekolah, puisi-puisi, kalimat-kalimat motivasi, cerpen-cerpen tulisan saya, hingga lembaran kertas berisi mimpi-mimpi saya.
Dan tadi, entah mengapa saya tertarik untuk mengambil kertas mimpi saya. Berisi 50 mimpi yang saya tuliskan saat saya masih kelas X SMA.
Saya perhatikan lamat-lamat. Satu persatu saya baca ulang. Sesekali ingin tertawa ketika membacanya. Mimpi saya yang konyol ialah saya ingin makan coklat sepuasnya di negara-negara Eropa. Lalu yang kedua, saya ingin punya kebun stroberi.
Dari rentetan mimpiku semasa SMA, tak ada yang mimpi besar. Semua biasa-biasa saja. Sangat standar, bahkan abstrak.
Begitulah saya pada saat itu. Tak ada pikiran untuk bermimpi besar. Itupun saya menuliskannya ketika mendapatkan tugas dari murabbi liqo saya, bukan keinginan saya sendiri.
***
Mencermati mimpi saya di masa SMA, saya kemudian merenung. Kemudian saya pun membandingkan dengan mimpi-mimpi saya yang saya tulis 2019 silam.
Rasa syukur bertambah-tambah ketika membandingkan pencapaian diri saat ini dengan di masa silam. Aku semakin paham dengan perkembangan diriku hingga saat ini.
Bukan hanya hanyut dengan membandingkan diri dengan pencapaian orang lain, karena tentu saja berbeda.
Aku adalah aku, kamu adalah kamu, dia adalah dia.
Cukuplah diri kita yang menjadi perbandingan, antara sekarang dengan yang dulu. Bukan orang lain. Itu saja sangat cukup untuk membuatmu lebih bersyukur.
Komentar
Posting Komentar