Microbial Fuel Cells (MFC) Berbasis Pelepah Batang Pisang sebagai Solusi untuk Memperbaiki Ketahanan Energi Listrik di Indonesia
ABSTRAK. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup, tingkat kebutuhan energi di Indonesia hampir selalu meningkat pada setiap tahunnya. Data Energy Consumption pada Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia oleh Kementerian ESDM (2016) menunjukkan adanya peningkatan konsumsi energi pada setiap tahunnya. Pada tahun 2013 jumlah final konsumsi energi sebesar 1.096.716.521 BOE dan pada tahun 2014 meningkat cukup signifikan menjadi 1.114.002.960 BOE. Hal inilah yang mendorong penulis mengajukan gagasan mengenai energi alternatif. Solusi yang ditawarkan yaitu berupa Microbial Fuel Cells (MFC) berbasis pelepah batang pisang sebagai salah satu energi listrik terbarukan. Microbial fuel cell (MFC) mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik yang menggunakan mikroorganisme. MFC berbasis pelepah batang pisang dapat dirancang melalui beberapa tahapan. Tahapan ini yang dapat menentukan keberhasilan MFC untuk menyediakan energi listrik di masa yang akan datang. Solusi tersebut ditawarkan dalam rangka diversifikasi dan konservasi energi, khususnya energi listrik baru terbarukan. Dengan harapan, energy mix tidak terlalu dominan pada energi fosil dan dapat mencapai sustainability. Hal ini sesuai dengan rencana Sustainable Development Goals (SDGs) yang tengah digalakkan di Indonesia, khususnya poin 7, yaitu affordable and clean energy. Implementasi konsep tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai pihak, seperti pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ahli lingkungan dan ahli perancangan alat, dan masyarakat yang berperan dalam merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk daerah yang kekurangan energi listrik. Solusi yang ditawarkan diharapkan dapat memperbaiki ketahanan energi di Indonesia, khususnya energi listrik.
Kata kunci: microbial fuel cell (MFC), pelepah batang pisang, ketahanan energi
Permasalahan energi menjadi hal yang sangat penting untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan ketahanan energi merupakan salah satu faktor krusial dalam ketahanan nasional. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup, tingkat kebutuhan energi di Indonesia hampir selalu meningkat pada setiap tahunnya. Data Energy Consumption menunjukkan adanya peningkatan konsumsi energi pada setiap tahunnya [1]. Pada tahun 2013 jumlah final konsumsi energi sebesar 1.096.716.521 BOE dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 1.114.002.960 BOE. Diperkirakan bahwa dalam lima tahun mendatang (2015-2019), permintaan energi di Indonesia akan tumbuh dengan laju sebesar 5-6 persen untuk energi primer, dan 7-8 persen per tahun untuk energi final [2].
Posisi ketahanan energi di Indonesia terus memburuk pada beberapa tahun terakhir. Ketahanan energi selain dilihat dari indikator 4A m (availability (ketersediaan), accessibility (kemudahan mendapatkan), affordability (keterjangkauan harga), dan acceptability (kualitasnya dapat diterima)) juga dilihat dari energy mix (bauran energi) dan sustainability (keberlanjutan). Dari segi availability, sumber energi semakin menipis, terutama minyak bumi [2]. Data Primary Energy Supply menunjukkan mnjumlah minyak bumi pada tahun 2014 sebesar 536.496.955 BOE turun menjadi 444.807.454 BOE [1]. Dari segi accessibility juga masih menjadi ancaman serius. Rasio elektrifikasi di Indonesia menunjukkan angka 88,30% [1].
Hal ini menunjukkan bahwa listrik belum terdistribusi secara menyeluruh di wilayah Indonesia. Dari segi acceptability, masih banyak masyarakat yang mengeluhkan permasalahan ini, terutama mengenai pemadaman listrik yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dari segi affordability, masih banyak masyarakat yang mengeluhkan mengenai peningkatan harga BBM pada akhir-akhir ini. Energy mix saat ini masih dominan pada bahan bakar fosil dibandingkan energi terbarukan. Data pada tahun 2015 menunjukkan penggunaan energi fosil sebesar 97,21%, sementara energi terbarukan hanya sebesar 2,79% [1]. Hal ini tentu saja dapat mengancam sustainability energi di Indonesia di masa yang akan datang.
Microbial Fuel Cells (MFC) Berbasis Pelepah Batang Pisang
Kemerosotan ketahanan energi di Indonesia membutuhkan solusi yang praktis dan mudah diterapkan. Solusi yang ditawarkan yaitu berupa Microbial Fuel Cells (MFC) berbasis pelepah batang pisang sebagai salah satu energi listrik terbarukan. Microbial fuel cell (MFC) mengubah energi kimia menjadi listrik. Pelepah pisang memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Kandungan zat organik dalam pelepah pisang mampu didegradasi oleh bantuan bakteri selulolitik indigenous dan dikombinasikan dengan bakteri, seperti Lactobacillus casei, Enterococcus faecium, Streptococcus dygalactiae, dan Staphylococcus epidermidis.
Bakteri pendegradasi tersebut yang menyebabkan pelepah pisang menjadi busuk, sehingga terbentuk slurry, sehingga dihasilkan elektron yang potensial menghasilkan energi listrik. Fase slurry ini digunakan sebagai substrat pada kompartemen anode. Mikroorganisme yang berperan pada reaktor MFC mendapatkan makanan dari pelepah batang pisang dan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan untuk membentuk slurry pelepah batang pisang.
Mikroorganisme melekat pada anode pada kondisi anaerobik. Selanjutnya, akan terjadi proses degradasi pelepah batang pisang, sehingga diperoleh karbondioksida, proton, serta elektron. Proses terbentuknya listrik yaitu dari proses pengubahan senyawa selulosa melalui proses hidrolisis, fermentasi, dan elektrogenesis. Hidrolisis selulosa merupakan proses pemutusan ikatan b-1,4-glikosida pada selulosa. Hasil dekomposisi bahan organik kompleks yang ada di dalam pelepah batang pisang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri untuk tahap berikutnya.
Bakteri akan tumbuh ketika lebih banyak sumber nutrisi [3]. Penggunaan pelepah pisang akan lebih menguntungkan karena mengandung selulosa yang tinggi. Semakin tinggi selulosa, maka menyebabkan proses degradasi bakteri yang lebih lama, sehingga menghasilkan beda potensial yang lebih tinggi.
Transfer proton mempengaruhi secara signifikan pada performa MFC. Ketika substrat yang berupa pelepah batang pisang busuk terdegradasi, proton diproduksi oleh anode dan dikonsumsi oleh katode. Dalam sistem biologik, mikroorganisme menggunakan substrat pelepah batang pisang untuk mensintesis bahan seluler baru dan menyediakan energi untuk sintesis [4]. Pada kompartemen anode, mikroorganisme akan mengoksidasi material organik pada kondisi anaerob. Proses inilah yang berperan dalam produksi elektron atau listrik pada reaktor MFC.
Dengan adanya jumlah mikroorganisme yang lebih banyak, tentunya proses oksidasi akan berjalan semakin banyak. Elektron akan mengalir melalui sirkuit kompartemen anode. Selanjutnya, proton akan melewati jembatan garam untuk menstabilkan muatan pada kedua kompartemen. Pada kondisi ini, terjadi perbedaan potensial antara kompartemen katode dan anode. Proton dan elektron yang berasal dari anode digunakan untuk mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+ pada larutan elektrolit KMnO4. Adanya elektron yang mengalir pada sistem tiap satuan waktu akan menghasilkan arus listrik [5].
Rekomendasi
Tawaran solusi tersebut dapat diaplikasikan dengan tetap memperhatikan indikator ketahanan energi 4A dan mengacu pada prinsip utama kebijakan energi, yaitu intensifikasi (peningkatan), diversifikasi (penganekaragaman), dan konservasi energi (penggunaan secara efisien dan rasional) [6]. Perbaikan availability dilaksanakan berdasarkan prinsip intensifikasi. Intensifikasi bertujuan untuk memproduksi energi baru, dalam hal ini difokuskan untuk energi listrik yang diproduksi dari bahan organik berupa pelepah batang pisang. Solusi ini juga dapat memperbaiki indikator accessibility. Pelepah batang pisang mudah didapatkan dan hampir ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Peningkatan jumlah produksi buah pisang setiap tahunnya memberikan dampak meningkatnya limbah pelepah batang pisang di Indonesia. Data tahun 2008 menunjukkan bahwa produksi pisang di Indonesia mencapai 5 juta ton [7]. Indikator affordability juga bisa diperbaiki melalui solusi ini. Semakin tinggi jumlah energi yang tersedia, maka harga energi dapat diminimalisir tanpa subsidi. Untuk acceptability dapat diperbaiki setelah konsep ini diteliti dan diterapkan. Solusi tersebut ditawarkan dalam rangka diversifikasi dan konservasi energi, khususnya energi listrik baru terbarukan. Dengan harapan, energy mix tidak terlalu dominan pada energi fosil dan dapat mencapai sustainability. Hal ini sesuai dengan rencana Sustainable Development Goals (SDGs) yang tengah digalakkan di Indonesia, khususnya poin 7, yaitu affordable and clean energy. Implementasi konsep tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai pihak, seperti pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ahli lingkungan dan ahli perancangan alat, dan masyarakat yang berperan dalam merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk daerah yang kekurangan energi listrik. Solusi yang ditawarkan diharapkan dapat memperbaiki ketahanan energi di Indonesia, khususnya energi listrik.
Rujukan
[1] Kementerian Energi & Sumberdaya Mineral. 2014. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2016.
[2] BAPPENAS. 2014. Draft Rencana Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019. Jakarta: Kementerian PPN, Republik Indonesia.
[3] Marcus, A.K & B. Rittmann. 2008. New insights into fuel cell that uses bacteria to generate electricity from waste. News Archive of the Biodesign Institute, Arizona State University, 3 January 2008.
[4] Logan BE. 2008. Microbial Fuel Cell. United States of America: A John Wiley & Sons Inc.
[5] Imaduddin, Muhamad, Hermawan, & Hadiyanto. 2014. Pemanfaatan Sampah Sayur Pasar dalam Produksi Listrik melalui Microbial Fuel Cells. J. Sains Dasar 2014 3 (2) 196 – 204.
[6] Hamilton. 2012. Energy Policy Analysis : A Conceptual Framework. New York: M.E. Sharpe Publisher.
[7] Apriliani S., Asteria, & Franky Agustinus, 2013. Pembuatan Etanol dari Kulit Pisang Secara Fermentasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik :Universitas Diponegoro. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri:Vol.2, No. 2.
Komentar
Posting Komentar