Momen Idul Fitri seringkali dikaitkan dengan halal bihalal,
silaturahmi, saling berkunjung, dan maaf-maafan. Sebenarnya ada perbedaan makna
mengenai kalimat ini. Saya hendak menjelaskannya secara sekilas, bukan untuk
semakin memperuncing perbedaan, hanya saja ingin menyamakan persepsi mengenai
terma kalimat tersebut.
Pertama, halal bihalal. Sejauh yang saya ketahui, istilah
halal bihalal ini hanya ada di Indonesia. Ceritanya, pada zaman setelah
kemerdekaan, sekitar tahun 1948, di Indonesia masih banyak perseteruan antar
elit politik, sehingga dianggap ada sebuah dosa. Oleh karenanya, ada istilah halal
bihalal, supaya mereka tidak ada dosa, untuk bisa satu meja, saling memaafkan
dan menghalalkan.
Kedua, silaturahmi. Jika kita mendalami isi hadits, silaturahmi
yang dimaksud ialah untuk orang tua, sanak saudara, dan kerabat yang masih ada
hubungan darah. Jadi, yang dimaksud bahwa silaturahmi dapat memperpanjang umur
(dalam artian menambah kebermanfaatan umur) itu ialah menyambung hubungan yang
putus antar keluarga.
Ketiga, saling berkunjung. Nah, kalimat saling berkunjung
(ziarah) inilah yang menurut saya paling pas untuk menggambarkan jika kita
berkunjung ke guru, teman-teman, dan orang-orang shaleh.
Di antara kemuliaan akhlak seorang Muslim adalah senang mengunjungi
saudaranya semuslim. Namun kunjungan ini bukan didasari kebutuhan dan keperluan
duniawi, melainkan didasari rasa cinta kepada saudaranya karena Allah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أنَّ رجلًا زارَ أخًا لَهُ في قريةٍ أخرى ، فأرصدَ اللَّهُ لَهُ
على مَدرجَتِهِ ملَكًا فلمَّا أتى عليهِ ، قالَ : أينَ تريدُ ؟ قالَ : أريدُ أخًا لي
في هذِهِ القريةِ ، قالَ : هل لَكَ عليهِ من نعمةٍ تربُّها ؟ قالَ : لا ، غيرَ أنِّي
أحببتُهُ في اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، قالَ : فإنِّي رسولُ اللَّهِ إليكَ ، بأنَّ اللَّهَ
قد أحبَّكَ كما أحببتَهُ فيهِ
“Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah
yang lain. Lalu Allah pun mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya.
Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia
menjawab: “aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya:
“apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi
mengatakan: “tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa
Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu
untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai
saudaramu karena-Nya“ (HR Muslim no.2567).
Selanjutnya maaf-maafan. Kegiatan ini identik dilakukan di
hari raya Idul Fitri. Banyak yang mengartikan bahwa Idul Fitri berarti kembali
suci, padahal kalau kita lihat secara bahasa, artinya ialah kembali ifthar
(kembali berbuka, kembali makan setelah berpuasa). Sehingga, maaf-maafan tak
harus dispesialkan di Bulan Syawal, tapi di setiap ada kesalahan kita harus
meminta maaf. Karena jika kita punya salah kepada Allah kita harus bertaubat,
jika punya kesalahan kepada manusia kita harus meminta maaf.
Jika ada yang menyampaikan bahwa Idul Fitri (kembali suci,
layaknya bayi yang baru lahir), ini bukan karena makna Idul Fitri, namun karena
di Bulan Ramadhan sendiri ialah Bulan
Pengampunan, ada malam Lailatul Qadar, yang memberikan ampunan seluas-luasnya
untuk hamba yang mau bertaubat. Namun, bagi yang belum maksimal dalam beribadah
dan bertaubat di Bulan Ramadhan, seyogiayanya tidak terlalu percaya diri karena
menganggap Idul Fitri dengan arti kembali suci.
Namun, secara keseluruhan. Disini saya tidak hendak
membeda-bedakan antara istilah tersebut. Hanya untuk pengetahuan bagi kita.
Semuanya kembali kepada niat kita, yaitu semua hal yang kita lakukan di hari
Idul Fitri ini adalah untuk kebaikan, untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah dan juga terhadap manusia, hablumminallah, hablumminannas. Semoga seusai
Ramadhan setiap perbuatan baik kita terus berlanjut dan kita bisa menjadi
pribadi yang lebih baik lagi, yang lebih bertakwa. Itulah tujuan utamanya.
Komentar
Posting Komentar