Kali ini aku benar-benar gabut. Mengurung diri di rumah selama 14 hari ke depan sebagai ikhtiar untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Mari kita berdoa sama-sama, supaya wabah pandemik ini segera berkurang dan berakhir.
Selang beberapa saat, pengumuman pun dirilis. Nama-nama yang berhak mendapatkan beasiswa DES 2019 diumumkan melalui Instagram. Alhamdulillah, namaku termasuk salah satunya. Sejak pengumuman itu, aku pun mulai bertanya-tanya mengenai jadwal lesnya. Aku menebak-nebak. Mungkin seperti les Bahasa Inggris yang pernah kuambil dulu, yang hanya masuk beberapa jam dan di hari-hari tertentu. Untuk memastikan, aku pun bertanya kepada panitia mengenai jadwalnya. Dijawabnya, kalau lesnya setiap hari dan full 3 bulan. Aku pun belum terlalu paham. Pasalnya, belum ada jadwal terperinci dan masih akan dijelaskan kemudian. Disini aku mulai bimbang. Pikiran tentang tesis pun mulai berkelindan. Seolah tak percaya jika harus benar-benar full mengambil les selama 3 bulan. Kuhubungilah temanku, untuk memastikan jadwalnya. Ternyata dia pun tak begitu paham, karena ini masih program pertamakalinya dari IMM.
Aku pun pasrah. Aku akan mengikuti alur kegiatan. Jalani aja dulu, begitulah pikirku. Ya, meskipun masih sangsi, tersebab masih ada amanah lain yang harus dijalani di 3 bulan yang akan datang ini. Tepat 26 Desember 2019, pembukaan pun dimulai. Kegiatan diselenggarakan di aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Acara yang begitu istimewa. Dihadiri tokoh-tokoh penting, seperti Hilman Latief (ketua badan pengurus LAZIZMU sekaligus Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan AIK UMY), Ari Susanto (DPP IMM), Hasnan Bachtiar (mahasiswa Centre for Arab and Islamic Student (CAIS) dan The Australian National University (ANU)), serta Subhan Setowara (MA Student, University of Nottingham).
Sejak pembukaan diselenggarakan, saya mulai ada gambaran mengenai kegiatan ini. Tujuan utamanya yaitu untuk internasionalisasi gerakan, membuka jalan untuk kader IMM berkiprah di ranah internasional. Maka dari itu, kegiatan ini dirancang full pembelajaran selama 3 bulan, karena selain peningkatan kemampuan bahasa juga diadakan sharing dengan para awardee beasiswa luar negeri. Saat ini pula, dijelaskan bahwasanya kesempatan kuliah di luar negeri sangat terbuka lebar bagi para kader IMM yang kompeten dan punya niat yang kuat. Maka, tidak ada alasan lagi untuk kemudian mundur dan melewatkan kesempatan yang sangat luar biasa ini.
Babak sebenarnya pun dimulai. Usai pembukaan, kami semua berkumpul di Pan Java English, Malang. Disatukan dalam forum, membahas mengenai program yang akan dijalankan. Satu persatu dijelaskan. Detail. Mulai dari tujuan kegiatan, jadwal, peraturan, hingga diperkenalkan dengan tutor kami selama 3 bulan. Jujur saja, kala itu aku benar-benar bimbang, sebab kegiatan harus full 3 bulan, gak boleh kemana-mana, dan di-setting seperti di Pare. Pikiranku mulai meloncat kemana-mana, memprediksi apa yang akan terjadi, seolah membentuk diagram alir sebab dan akibat, layaknya praktikum di laboratorium wkwkw.
Di awal pertemuan, jujur saja, bukan bahagia yang kurasakan. Sebaliknya, rasanya aku mendapatkan beban berat yang akan kuhadapi 3 bulan ke depan. Tinggal di homestay ialah hal berat bagiku. Bagaikan diisolasi, dikarantina tak boleh pergi. Teringat pula bagaimana tesisku, bagaimana mengajarku, bagaimana penelitianku dengan dosen, dan bagaimana-bagaimana yang lain mulai memenuhi pikiranku kala itu.
Pengalamanku ini senada dengan Mbak Diah. Kami tak ingin mengambil resiko di tengah-tengah. Akhirnya kami menyampaikan ke salah satu pihak manajemen mengenai keadaan kami yang sebenarnya, untuk disampaikan kepada DPP, pihak pemberi beasiswa. Inti dari pembicaraan kami, kami harus berkomitmen 100%, sebab sudah tertulis jelas di surat pernyataan. Karena demikian, bagaimanapun konsekuensinya ke depan, aku harus siap menanggung resiko. Tidak ada kata mundur. Ketika keputusan telah ditetapkan, pasti akan ada jalan-jalan lain yang terbuka. Saat ini, aku hanya bisa positive thinking. Menghibur diri sendiri bahwa aku pasti bisa melewati semuanya dengan maksimal. Bagiku, ini pembelajaran terbaik untuk memanajemen waktu dengan baik dan bertanggung jawab dengan segala keputusan. Kucoba mengurai kebimbanganku. Mengganti dengan pikiran-pikiran positif, bahwa aku pasti bisa melewatinya dengan baik, karena saat ini bukanlah saat untuk menyesali keputusan. Terlebih, ketika DPP menyampaikan bahwa ke-16 orang yang berada disini ialah berdasarkan hasil seleksi yang ketat. Aku semakin yakin bahwa aku memilih jalan yang tepat. Bismillah.
Mumpung ada waktu luang, aku akan mencoba mengingat-ingat kembali memori sekitar 3 bulan yang lalu. Sebab, sejak saat itu, aku sudah jarang sekali menulis di blog tercintaku ini 😓.
Ya, Desember lalu itu, kala pertama kali aku memutuskan terlibat dalam beasiswa untuk peningkatan kemampuan Bahasa Inggris. Namanya beasiswa Djazman English Scolarship (DES). Pertamakalinya diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), tepatnya diprakarsai oleh bidang Hubungan Luar Negeri, Kakanda Abdul dan Mbak Rismaya.
Singkat cerita, aku mendapat informasi tentang beasiswa ini dari teman IMM. Aku mulai mencermati posternya. Ternyata, pelaksanaan kegiatannya di Pan Java English, Malang. Tak perlu pikir panjang, sebab tempat lesnya di Malang. Aku pun sangat tertarik untuk mendaftar. Kebetulan, belajar IELTS ialah salah satu mimpi yang kutulis dalam buku mimpiku. Selagi ada kesempatan untuk mencoret satu mimpi, kenapa tidak? Begitulah pikirku kala itu.
Dan tak lupa lupa kuforward pesan itu ke Mbak Diah, partnerku kemana-mana sejak DIARI Sociopreneur terbentuk. Alhasil, kami berdua pun mendaftar dengan memenuhi segala persyaratannya.
Dan tak lupa lupa kuforward pesan itu ke Mbak Diah, partnerku kemana-mana sejak DIARI Sociopreneur terbentuk. Alhasil, kami berdua pun mendaftar dengan memenuhi segala persyaratannya.
Selang beberapa saat, pengumuman pun dirilis. Nama-nama yang berhak mendapatkan beasiswa DES 2019 diumumkan melalui Instagram. Alhamdulillah, namaku termasuk salah satunya. Sejak pengumuman itu, aku pun mulai bertanya-tanya mengenai jadwal lesnya. Aku menebak-nebak. Mungkin seperti les Bahasa Inggris yang pernah kuambil dulu, yang hanya masuk beberapa jam dan di hari-hari tertentu. Untuk memastikan, aku pun bertanya kepada panitia mengenai jadwalnya. Dijawabnya, kalau lesnya setiap hari dan full 3 bulan. Aku pun belum terlalu paham. Pasalnya, belum ada jadwal terperinci dan masih akan dijelaskan kemudian. Disini aku mulai bimbang. Pikiran tentang tesis pun mulai berkelindan. Seolah tak percaya jika harus benar-benar full mengambil les selama 3 bulan. Kuhubungilah temanku, untuk memastikan jadwalnya. Ternyata dia pun tak begitu paham, karena ini masih program pertamakalinya dari IMM.
Aku pun pasrah. Aku akan mengikuti alur kegiatan. Jalani aja dulu, begitulah pikirku. Ya, meskipun masih sangsi, tersebab masih ada amanah lain yang harus dijalani di 3 bulan yang akan datang ini. Tepat 26 Desember 2019, pembukaan pun dimulai. Kegiatan diselenggarakan di aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Acara yang begitu istimewa. Dihadiri tokoh-tokoh penting, seperti Hilman Latief (ketua badan pengurus LAZIZMU sekaligus Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan AIK UMY), Ari Susanto (DPP IMM), Hasnan Bachtiar (mahasiswa Centre for Arab and Islamic Student (CAIS) dan The Australian National University (ANU)), serta Subhan Setowara (MA Student, University of Nottingham).
Sejak pembukaan diselenggarakan, saya mulai ada gambaran mengenai kegiatan ini. Tujuan utamanya yaitu untuk internasionalisasi gerakan, membuka jalan untuk kader IMM berkiprah di ranah internasional. Maka dari itu, kegiatan ini dirancang full pembelajaran selama 3 bulan, karena selain peningkatan kemampuan bahasa juga diadakan sharing dengan para awardee beasiswa luar negeri. Saat ini pula, dijelaskan bahwasanya kesempatan kuliah di luar negeri sangat terbuka lebar bagi para kader IMM yang kompeten dan punya niat yang kuat. Maka, tidak ada alasan lagi untuk kemudian mundur dan melewatkan kesempatan yang sangat luar biasa ini.
Babak sebenarnya pun dimulai. Usai pembukaan, kami semua berkumpul di Pan Java English, Malang. Disatukan dalam forum, membahas mengenai program yang akan dijalankan. Satu persatu dijelaskan. Detail. Mulai dari tujuan kegiatan, jadwal, peraturan, hingga diperkenalkan dengan tutor kami selama 3 bulan. Jujur saja, kala itu aku benar-benar bimbang, sebab kegiatan harus full 3 bulan, gak boleh kemana-mana, dan di-setting seperti di Pare. Pikiranku mulai meloncat kemana-mana, memprediksi apa yang akan terjadi, seolah membentuk diagram alir sebab dan akibat, layaknya praktikum di laboratorium wkwkw.
Di awal pertemuan, jujur saja, bukan bahagia yang kurasakan. Sebaliknya, rasanya aku mendapatkan beban berat yang akan kuhadapi 3 bulan ke depan. Tinggal di homestay ialah hal berat bagiku. Bagaikan diisolasi, dikarantina tak boleh pergi. Teringat pula bagaimana tesisku, bagaimana mengajarku, bagaimana penelitianku dengan dosen, dan bagaimana-bagaimana yang lain mulai memenuhi pikiranku kala itu.
Pengalamanku ini senada dengan Mbak Diah. Kami tak ingin mengambil resiko di tengah-tengah. Akhirnya kami menyampaikan ke salah satu pihak manajemen mengenai keadaan kami yang sebenarnya, untuk disampaikan kepada DPP, pihak pemberi beasiswa. Inti dari pembicaraan kami, kami harus berkomitmen 100%, sebab sudah tertulis jelas di surat pernyataan. Karena demikian, bagaimanapun konsekuensinya ke depan, aku harus siap menanggung resiko. Tidak ada kata mundur. Ketika keputusan telah ditetapkan, pasti akan ada jalan-jalan lain yang terbuka. Saat ini, aku hanya bisa positive thinking. Menghibur diri sendiri bahwa aku pasti bisa melewati semuanya dengan maksimal. Bagiku, ini pembelajaran terbaik untuk memanajemen waktu dengan baik dan bertanggung jawab dengan segala keputusan. Kucoba mengurai kebimbanganku. Mengganti dengan pikiran-pikiran positif, bahwa aku pasti bisa melewatinya dengan baik, karena saat ini bukanlah saat untuk menyesali keputusan. Terlebih, ketika DPP menyampaikan bahwa ke-16 orang yang berada disini ialah berdasarkan hasil seleksi yang ketat. Aku semakin yakin bahwa aku memilih jalan yang tepat. Bismillah.
Komentar
Posting Komentar