Pertanyaan No.1
Untuk menjadi cantik di mata Allah kan salah satunya no 4 berakhlak karimah.. nah, gimana kalo kondisinya jika sebagai seorang muslimah tp karakternya masih suka rame dan humble dengan orang lain dengan artian kalo berinteraksi sudah santai gitu .. aduh gimana ya kata2 nya wkwk bingung π . Semoga paham lah.. syukran π
Jawaban No.1
Apakah salah dengan ramai dan humble? hehe
Tidak apa2, tetaplah bersikap seperti itu, apa adanya. Namun, yang pasti tetap seperti syariat. Tetap bisa menjaga kalau dengan lawan jenis. Asal ada tujuan dan keperluan tidak apa2 tetap berinteraksi sewajarnya π.
Mari kita lihat pada sahabat rasul.
Apakah semuanya punya karakter yang sama? Tentu tidak sama, bukan?
Abu Bakar punya karakter lembut, namun kuat.
Umar punya karakter yang tegas, namun perhatian.
Utsman punya karakter yang begitu pemalu.
Kalau Ali, punya karakter yang begitu pandai dan humoris. Namun, humornya tetap beracuan pada syariat.
Pernah mendengar cerita sewaktu Ali dan Rasulullah makan kurma? Ali memindahkan biji kurma di depan Rasulullah, sambil bercanda bahwa kurma itu yang menghabiskan Rasulullah semua. Namun, Rasulullah malah mengembalikannya ke Ali π . Yakni, Ali dibercandai telah memakan kurma bersama bijinya.
Maka, suka rame dan humble tidaklah salahπ
Bahkan, kalau kata salah satu ustad, sifat2 kita itu kalau dirangkum secara garis besar mirip2 dr sifat para sahabat rasul (khulafaur rasyidin). Ada kecenderungan mirip2 ke sifat mereka. Jadi, jika kita punya bawaan suka rame dan humor, maka banyak2lah baca bagaimana ramenya Ali, namun tetap bijaksana π
Pertanyaan No.2
Saya mau tanya, maaf sebelumnya.
Manakah yang lebih afdhal? Wanita rumahan yang selalu mengurus rumah tangga anak, suami, dan yang di rumah dengan baik atau wanita karir yang ilmunya dibutuhkan sama masyarakat, misal dokter yang dibutuhkan masyarakat namun masih bisa mengurus rumah tangga? Mohon penjelasannya. Terimakasih
Jawaban No.2
Kalau versi saya, semuanya afdhal π Tergantung kesepakatan dengan suami di awal. Asal suami ridha, mengapa tidak?
Mari kita lihat kembali bagaimana Khadijah berkiprah. Bagaimana Aisyah memimpin perang. Bagaimana Asma binti Abu Bakar mengirim makanan melewati perjalanan yang jauh. Bagaimana Asma binti Yazid berorasi di hadapan para shahabah dan shahabiyah, menyuarakan pendapat para shahabiyah yang tak berani unjuk bicara.
Khadijah, baik dalam mengurus suami, baik pula dalam berdagang, baik pula mengurus umat.
Maka, ketika kita ingin mengambil peran, kita sangat perlu meneladani para shahabiyah.
Ketika kita bisa menjadi istri dan ibu di rumah, dan menjadi bermanfaat di luar rumah. Mengapa tidak?π
Namun memang, itu harus dipersiapkan matang2 π
Semoga cukup menjawab.
Pertanyaan No.3
Saya izin bertanya kak, mungkin agak OOT. Bagaimana peran kita yang sekarang ini sebagai kakak yg punya adek kecil suka main hp, sudah mulai suka ngegames dll terkait gadget, bagaimana cara kita menasehati dia yg masih kecil (TK) dg baik?. Padahal di lingkup keluarga sdh mulai mengurangi maen gadget. Apakah ada rujukan/rekomendasi buku/bacaan tentang menjadi ummi sbg madrasatul ula dan kiat2 nya?. Terimakasih π
Jawaban No.3
Anak itu tentu meniru apa yang dilihat, apa yang didengar.
Bisa jadi, di rumah sudah mengurangi gadget. Tapi, bisa jadi lingkungan di luar rumah yang kurang mendukung.
Maka, jika ingin anak jauh dari gadget sejak dini, ortu harus membiasakan sejak kecil. Dikenalkan dg bacaan Al-Quran, hafalan, mungkin aplikasinya HPnya animasi2 islami, seperti Nusa dan Rara mungkin π , dan ortu juga harus pintar2 memilihkan sekolah utk anaknya, yg bisa mendidik adab anak sebelum ilmu, seperti di Khuttab Al-Fatih, ada di Malang.
Kalau buku, saya pernah beli buku parenting nabawiyah. Lupa pengarangnya siapa (soalnya lagi dipinjam temanπ ). Covernya warna kuning. Disana dijelaskan tahapan2 mendidik anak sejak usia kandungan hingga dewasa, ada tahapan2nya sendiri.
Semoga membantu ππ
Untuk menjadi cantik di mata Allah kan salah satunya no 4 berakhlak karimah.. nah, gimana kalo kondisinya jika sebagai seorang muslimah tp karakternya masih suka rame dan humble dengan orang lain dengan artian kalo berinteraksi sudah santai gitu .. aduh gimana ya kata2 nya wkwk bingung π . Semoga paham lah.. syukran π
Jawaban No.1
Apakah salah dengan ramai dan humble? hehe
Tidak apa2, tetaplah bersikap seperti itu, apa adanya. Namun, yang pasti tetap seperti syariat. Tetap bisa menjaga kalau dengan lawan jenis. Asal ada tujuan dan keperluan tidak apa2 tetap berinteraksi sewajarnya π.
Mari kita lihat pada sahabat rasul.
Apakah semuanya punya karakter yang sama? Tentu tidak sama, bukan?
Abu Bakar punya karakter lembut, namun kuat.
Umar punya karakter yang tegas, namun perhatian.
Utsman punya karakter yang begitu pemalu.
Kalau Ali, punya karakter yang begitu pandai dan humoris. Namun, humornya tetap beracuan pada syariat.
Pernah mendengar cerita sewaktu Ali dan Rasulullah makan kurma? Ali memindahkan biji kurma di depan Rasulullah, sambil bercanda bahwa kurma itu yang menghabiskan Rasulullah semua. Namun, Rasulullah malah mengembalikannya ke Ali π . Yakni, Ali dibercandai telah memakan kurma bersama bijinya.
Maka, suka rame dan humble tidaklah salahπ
Bahkan, kalau kata salah satu ustad, sifat2 kita itu kalau dirangkum secara garis besar mirip2 dr sifat para sahabat rasul (khulafaur rasyidin). Ada kecenderungan mirip2 ke sifat mereka. Jadi, jika kita punya bawaan suka rame dan humor, maka banyak2lah baca bagaimana ramenya Ali, namun tetap bijaksana π
Pertanyaan No.2
Saya mau tanya, maaf sebelumnya.
Manakah yang lebih afdhal? Wanita rumahan yang selalu mengurus rumah tangga anak, suami, dan yang di rumah dengan baik atau wanita karir yang ilmunya dibutuhkan sama masyarakat, misal dokter yang dibutuhkan masyarakat namun masih bisa mengurus rumah tangga? Mohon penjelasannya. Terimakasih
Jawaban No.2
Kalau versi saya, semuanya afdhal π Tergantung kesepakatan dengan suami di awal. Asal suami ridha, mengapa tidak?
Mari kita lihat kembali bagaimana Khadijah berkiprah. Bagaimana Aisyah memimpin perang. Bagaimana Asma binti Abu Bakar mengirim makanan melewati perjalanan yang jauh. Bagaimana Asma binti Yazid berorasi di hadapan para shahabah dan shahabiyah, menyuarakan pendapat para shahabiyah yang tak berani unjuk bicara.
Khadijah, baik dalam mengurus suami, baik pula dalam berdagang, baik pula mengurus umat.
Maka, ketika kita ingin mengambil peran, kita sangat perlu meneladani para shahabiyah.
Ketika kita bisa menjadi istri dan ibu di rumah, dan menjadi bermanfaat di luar rumah. Mengapa tidak?π
Namun memang, itu harus dipersiapkan matang2 π
Semoga cukup menjawab.
Pertanyaan No.3
Saya izin bertanya kak, mungkin agak OOT. Bagaimana peran kita yang sekarang ini sebagai kakak yg punya adek kecil suka main hp, sudah mulai suka ngegames dll terkait gadget, bagaimana cara kita menasehati dia yg masih kecil (TK) dg baik?. Padahal di lingkup keluarga sdh mulai mengurangi maen gadget. Apakah ada rujukan/rekomendasi buku/bacaan tentang menjadi ummi sbg madrasatul ula dan kiat2 nya?. Terimakasih π
Jawaban No.3
Anak itu tentu meniru apa yang dilihat, apa yang didengar.
Bisa jadi, di rumah sudah mengurangi gadget. Tapi, bisa jadi lingkungan di luar rumah yang kurang mendukung.
Maka, jika ingin anak jauh dari gadget sejak dini, ortu harus membiasakan sejak kecil. Dikenalkan dg bacaan Al-Quran, hafalan, mungkin aplikasinya HPnya animasi2 islami, seperti Nusa dan Rara mungkin π , dan ortu juga harus pintar2 memilihkan sekolah utk anaknya, yg bisa mendidik adab anak sebelum ilmu, seperti di Khuttab Al-Fatih, ada di Malang.
Kalau buku, saya pernah beli buku parenting nabawiyah. Lupa pengarangnya siapa (soalnya lagi dipinjam temanπ ). Covernya warna kuning. Disana dijelaskan tahapan2 mendidik anak sejak usia kandungan hingga dewasa, ada tahapan2nya sendiri.
Semoga membantu ππ
Komentar
Posting Komentar