Mungkin, gagal ialah sebuah kata yang kehadirannya tak
diharapkan oleh sebagian besar orang.
Gagal ialah momok yang menjadi penghalang masa
depan.
Benarkah demikian?
Ah,
seketika jadi teringat pertanyaan beberapa audiens
ketika saya mengisi sebuah acara motivasi ataupun kepenulisan. Beberapa di
antara mereka bertanya, “Mbak, pernah kalah dalam perlombaan ataupun dalam
seleksi?”. Jika ditanya demikian,
tentu saja saya akan menjawab, “Sering.”
Contoh
nyatanya ialah kegagalan saya di waktu-waktu dekat ini. Setidaknya, saya gagal
pada 3 event besar yang tengah saya
dambakan berita keberhasilannya. Pertama ialah kegagalan saya menjadi nominasi ASEAN Youth
Eco-Champions Award (AYECA) 2019. Event ini merupakan event pemberian
penghargaan bagi para pegiat lingkungan setingkat ASEAN. Selang cukup lama
dari pengiriman berkas yang cukup rumit, akhirnya tibalah saatnya pengumuman.
Pada hari itu, tetiba banyak notification
melalui e-mail, instagram, dan WA. Saya pun sampai dihubungi melalui akun instagram
@diari_sociopreneur, karena akun saya @imbiaeka masih baru dan kosong (mungkin
dikira akunnya sudah tidak aktif). Notifikasi tersebut menginfokan bahwa saya
lolos masuk tahap wawancara via Skype pada
esok harinya. Saya pun sempat kaget.
Alhamdulillah, lolos di tahap wawancara. Bagiku hal ini merupakan anugerah luar
biasa karena event ini setingkat
ASEAN.
Saya
pun kemudian bertanya mengenai tips dan trik wawancara ke senior yang pernah
mengisi materi public speaking, yang
dulunya juga saya tanyai mengenai penulisan curriculum
vitae (CV) sewaktu pengumpulan berkas.
Bagi yang ingin tahu tips menulis CV, mungkin lain kali bisa saya bahas
lagi atau bisa kontak via WA saja, ya. Beragam
tips dan trik wawancara pun dijelaskan secara gamblang. Saya pun perlahan
mempraktikannya dengan membuat video peragaan diri saya sendiri, seolah-olah
sedang diwawancarai. Tak hanya itu, saya yang masih asing dengan aplikasi Skype ini juga banyak merepotkan orang,
karena sering bertanya mengenai cara penggunaannya hingga mencoba video call menggunakan Skype untuk testing. Terimakasih, teman-temanku yang sangat baik, yang rela
menyediakan waktunya untuk membantuku hehe.
Besoknya,
saya kemudian diwawancarai oleh tim seleksi AYECA. Saya sudah siap-siap di
depan laptop sejak beberapa jam sebelumnya sembari terus berlatih.
Pertanyaan yang diajukan ialah seputar CV yang telah saya tulis, termasuk
pendidikan non formal saya, yaitu menyulam. Bagian yang paling banyak digali
ialah tentang organisasi sosial yang tengah kami rintis saat ini, yaitu Donasi
Sampah untuk Literasi (DSLr). Alhamdulillah, pertanyaan demi pertanyaan sudah
terjawab dengan lancar, kecuali ketika saya harus menjawab dengan Bahasa
Inggris. Kalau sudah begini, pasti saya akan sangat awkward, so terrible, sehingga saya pun menawarkan untuk menjawab
dengan Bahasa Indonesia.
Di
akhir wawancara, panitia pun bertanya tentang kesanggupan saya apabila terpilih
menjadi nominasi. Maka, dengan mantap saya menjawab sanggup, Insya Allah.
Sebuah kalimat penutup dari panitia yang menyiratkan harapan besar untuk saya.
Panitia pun mengatakan bahwa pengumuman akan dilakukan hari ini juga melalui
Instagram panitia. Saya
pun harap-harap cemas dengan pengumuman itu. Hanya bisa berdoa ketika ikhtiar
sudah diupayakan. Sore pun berganti malam. Pengumuman pun tak kunjung datang,
bahkan hingga keesokan harinya. Berkali-kali mengecek akun Instagram panitia,
namun tidak ada info terbaru. Saya pun masih terus positive thinking, namun juga cemas. Sekitar 2 hari berlalu. Pengumuman
tak kunjung datang. Saya pun mulai berprasangka jika saya tidak lolos, karena
pemenangnya pastilah segera dihubungi. Ya, benar saja. Saya pun berinisiatif
bertanya kepada panitia melalui DM IG. Dan hasilnya, “Maaf, saudari Eka belum
menjadi pemenang AYECA 2019”. Demikianlah, cerita kegagalan yang pertama.
Berita
kegagalan pertama itupun diikuti oleh berita kegagalan kedua dan ketiga. Keduanya
datang tak jauh-jauh dari berita kegagalan pertama. Mungkin tak perlu
kuceritakan disini karena nanti akan cukup panjang wkwk.
Sedih?
Tentu saja. Tetapi itu tak bertahan lama. Saya menyesal? Tentu tidak. Saya
tidak menyesal dengan proses yang telah saya lalui, meskipun hal itu
berkali-kali menemui kegagalan. Hal yang saya sesali ialah ketika saya telah
kalah sebelum saya berani mencoba. Karena selama saya telah kerahkan segala
ikhtiar dan doa, maka hanya Allah yang berhak memberi keputusan.
Saya
yakin, ketika saya mendapatkan sesuatu yang saya harapkan, berarti hal itu baik
bagi saya. Namun, ketika usaha saya sudah maksimal dan Allah belum memberi izin
untuk mendapatkan, mungkin hal itu memang tidak baik untuk saya. Maka, tetaplah
berusaha sesuai dengan batas kemampuan, teruslah menghargai proses yang kita lalui.
Pasti, Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik. Pastikan harapan
itu hanyalah kepada-Nya. Karena yang terpenting ialah kontribusi apa yang bisa
kita beri, bukan tentang siapa kita yang harus mendapatkan penghargaan disana-sini.
Maka,
saya yakin. Setiap orang besar pasti punya jatah gagal dan jatah untuk bangkit
kembali. Kita terkadang hanya melihat pencapaian, tanpa melihat lika-liku
terjal perjuangan untuk menggapainya. Maka, izinkan saya belajar dari kegagalan
ini. Izinkan saya bangkit dan mengambil pelajaran kembali, berulang kali. Izinkan saya untuk tetap bisa
berkontribusi sesuai dengan batas kemampuan yang saya miliki.
Maka, gagal bukanlah halangan untuk tetap terus berjuang. Justru gagal ialah pembuka pintu perjuangan yang lebih menantang.
Komentar
Posting Komentar