Malam ini tadi, cukup shock therapy dengan sistem seleksi untuk Daurah Tahsin Online. Daurah ini diadakan oleh oleh lembaga Insan Penjaga Al-Quran (InPAL), insyaAllah pelaksanaannya di Bulan Ramadhan nanti. Beberapa hari yang lalu, memang admin sudah mengabarkan bahwa seleksi dimajukan, yakni akan dilaksanakan pada tanggal 16-18 Maret 2019. Seleksinya yaitu menghafalkan QS. An-Nuur (24): 31 beserta artinya. Tentu saja saya belum hafal hehe, namun seingat saya ayat itu tentang kewajiban menutup aurat bagi wanita. Saya sih nyantai saja (efek goldar O mungkin gini kali ya). Ah, masih tanggal 18. Cukuplah buat hafalan 1 ayat dan artinya, pikir saya.
Dan entah kenapa, sore tadi saya tergerak membuka mushaf QS An-Nuur: 31 di sela-sela bimbingan tartil, sambil agak memiringkan badan biar gak kelihatan ustadzah kalau saya sedang membuka Al-Quran untuk ayat yang lain. Alhasil, saya cukup shock, ternyata QS. An-Nuur: 31 cukup panjang. Hampir memenuhi satu halaman. Wah, wah. Mulai berpikir bagaimana cara menghafalkannya ini.
Sesampai di kos, entah mengapa, saya pun tergerak untuk segera membuka QS.An-Nuur: 31 tersebut. Pokoknya habis Shalat Maghrib harus hafalan, pikir saya. Sehabis maghrib hanya membaca sekali dan saya tinggal makan. Tentu saja belum hafal hihi.
Kemudian, saya pun iseng membuka grup seleksi. Ada info bahwa seleksi disini tidak memperhatikan kualitas bacaan maupun hafalan, hanyalah memperhatikan keseriusan. Saya makin tenang hehe. Saya tidak takut gagal karena bacaan Al-Quran yang belum fasih.
Kemudian, perlahan saya memulai menghafalkan lewat aplikasi Al-Quran di HP, masih disambi sesekali melihat WhatsApp, karena malam ini juga ada diskusi online untuk komunitas literasi kami. Nah, yang ini jangan ditiru hihi. Hafalan tidak boleh disambi-sambi begini.
Iseng pula, mengecek grup seleksi tahsin. Eh, sekitar jam 20.00 si admin mengirim pesan, bahwasanya malam ini pukul 21.00 terakhir mengirim Voice Note hafalan QS.An-Nuur: 31. Saya pun langsung kaget. Lho, kok malam ini? Langsung saya menghubungi admin via japri. Si admin pun kemudian menyampaikan bahwa seleksi terakhir pukul 21.00 tanggal 16 Maret 2018. Info tanggal 18 Maret hanyalah untuk mengelabui kami, agar panitia mengetahui komitmen kami dan usaha kami dalam menghafal dan memulai daurah. Kami dipersilahkan mengirimkan hafalan ayat dan arti seadanya sebelum jam tersebut. Jika tidak, maka tidak akan mengikuti seleksi ke tahap berikutnya.
MaasyaAllah, seketika langsung deg. Duh, saya belum hafal. Baru aja beberapa kalimat awal. Rasanya langsung terpacu untuk segera menghafal, seadanya. Dan begitulah, akhirnya saya mengirimkan hanya sekitar 1/5 ayat.
Begitulah, waktu deadline pengiriman itu tadi bisa diibaratkan waktu kita di dunia. Kadang, kita seringkali menunda-nunda kebaikan, padahal kita tidak tahu, apakah besok kita masih bisa melakukannya atau tidak.
Seketika langsung teringat ceramah Ustad Ubay di Majelis Ulul Albab (MUA) kemarin, yang bertema tentang Fastabiqul Khairat: Berlomba-lomba dalam Kebaikan. Bahwasanya kita haruslah punya titik untuk dicapai, sehingga ada kekuatan untuk bersegera dalam mencapai. Bahwasanya orang yang pertama melakukan kebaikan pastilah akan memiliki kenangan tersendiri. Fastabiqul khairat ialah berlomba-lomba untuk masalah akhirat, bukan dunia semata. Tolak ukurnya ialah tentang seberapa kencang kita berlari untuk menuju kebaikan itu, untuk menuju surga itu. Ini tentang proses, bukan hasil. Karena sesungguhnya besarnya pahala tergantung usahanya.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah Saw pernah memegang bahuku sambil bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia seolah-olah orang asing atau pengembara’. Ibnu Umar berkata, ‘Kalau datang waktu sore jangan menanti waktu pagi. Kalau tiba waktu pagi jangan menanti waktu sore. Gunakan sebaik-baiknya sehatmu untuk waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk waktu matimu. (HR. Bukhari)
Maka dari itu, kita memang harus cepat-cepat, harus berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, khususnya kebaikan untuk akhirat kita. Jangan lagi menunda-nunda, karena sungguh deadline kehidupan tak mengenal kata tunda.
Sungguh, malam ini penuh cerita, yang begitu berharga.
Dan entah kenapa, sore tadi saya tergerak membuka mushaf QS An-Nuur: 31 di sela-sela bimbingan tartil, sambil agak memiringkan badan biar gak kelihatan ustadzah kalau saya sedang membuka Al-Quran untuk ayat yang lain. Alhasil, saya cukup shock, ternyata QS. An-Nuur: 31 cukup panjang. Hampir memenuhi satu halaman. Wah, wah. Mulai berpikir bagaimana cara menghafalkannya ini.
Sesampai di kos, entah mengapa, saya pun tergerak untuk segera membuka QS.An-Nuur: 31 tersebut. Pokoknya habis Shalat Maghrib harus hafalan, pikir saya. Sehabis maghrib hanya membaca sekali dan saya tinggal makan. Tentu saja belum hafal hihi.
Kemudian, saya pun iseng membuka grup seleksi. Ada info bahwa seleksi disini tidak memperhatikan kualitas bacaan maupun hafalan, hanyalah memperhatikan keseriusan. Saya makin tenang hehe. Saya tidak takut gagal karena bacaan Al-Quran yang belum fasih.
Kemudian, perlahan saya memulai menghafalkan lewat aplikasi Al-Quran di HP, masih disambi sesekali melihat WhatsApp, karena malam ini juga ada diskusi online untuk komunitas literasi kami. Nah, yang ini jangan ditiru hihi. Hafalan tidak boleh disambi-sambi begini.
Iseng pula, mengecek grup seleksi tahsin. Eh, sekitar jam 20.00 si admin mengirim pesan, bahwasanya malam ini pukul 21.00 terakhir mengirim Voice Note hafalan QS.An-Nuur: 31. Saya pun langsung kaget. Lho, kok malam ini? Langsung saya menghubungi admin via japri. Si admin pun kemudian menyampaikan bahwa seleksi terakhir pukul 21.00 tanggal 16 Maret 2018. Info tanggal 18 Maret hanyalah untuk mengelabui kami, agar panitia mengetahui komitmen kami dan usaha kami dalam menghafal dan memulai daurah. Kami dipersilahkan mengirimkan hafalan ayat dan arti seadanya sebelum jam tersebut. Jika tidak, maka tidak akan mengikuti seleksi ke tahap berikutnya.
MaasyaAllah, seketika langsung deg. Duh, saya belum hafal. Baru aja beberapa kalimat awal. Rasanya langsung terpacu untuk segera menghafal, seadanya. Dan begitulah, akhirnya saya mengirimkan hanya sekitar 1/5 ayat.
Begitulah, waktu deadline pengiriman itu tadi bisa diibaratkan waktu kita di dunia. Kadang, kita seringkali menunda-nunda kebaikan, padahal kita tidak tahu, apakah besok kita masih bisa melakukannya atau tidak.
Seketika langsung teringat ceramah Ustad Ubay di Majelis Ulul Albab (MUA) kemarin, yang bertema tentang Fastabiqul Khairat: Berlomba-lomba dalam Kebaikan. Bahwasanya kita haruslah punya titik untuk dicapai, sehingga ada kekuatan untuk bersegera dalam mencapai. Bahwasanya orang yang pertama melakukan kebaikan pastilah akan memiliki kenangan tersendiri. Fastabiqul khairat ialah berlomba-lomba untuk masalah akhirat, bukan dunia semata. Tolak ukurnya ialah tentang seberapa kencang kita berlari untuk menuju kebaikan itu, untuk menuju surga itu. Ini tentang proses, bukan hasil. Karena sesungguhnya besarnya pahala tergantung usahanya.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah Saw pernah memegang bahuku sambil bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia seolah-olah orang asing atau pengembara’. Ibnu Umar berkata, ‘Kalau datang waktu sore jangan menanti waktu pagi. Kalau tiba waktu pagi jangan menanti waktu sore. Gunakan sebaik-baiknya sehatmu untuk waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk waktu matimu. (HR. Bukhari)
Maka dari itu, kita memang harus cepat-cepat, harus berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, khususnya kebaikan untuk akhirat kita. Jangan lagi menunda-nunda, karena sungguh deadline kehidupan tak mengenal kata tunda.
Sungguh, malam ini penuh cerita, yang begitu berharga.
Komentar
Posting Komentar