Wahai saudariku.
Seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi perempuan, yaitu
Ghibah. Sebuah kisah di suatu senja, tatkala udara dingin menyapa ditemani
dengan rintikan hujan yang tak begitu deras, kusempatkan untuk keluar rumah sekedar
untuk membeli makanan. Di sebuah warung yang tak jauh dari rumahku, aku hanya
berniat untuk membeli mie goreng. Sembari menunggu ibu penjual melayaniku, terpaksa
telingaku mendengar sebuah percakapan singkat antara seorang wanita setengah
baya yang tengah membeli beras dengan sang penjual, yang juga seorang wanita
seumurannya. Dari percakapan tersebut aku sudah bisa menerka maksud dari
pembicaraannya, tidak lain adalah membicarakan urusan orang lain yang sejatinya
bukan urusannya namun seolah-olah menjadi urusannya dan semangat dalam membicarakannya.
Padahal tidak memberi solusi, bisa jadi malah menambah masalah. Hatiku tergelitik,
ingin segera menghentikan pembicaraan tersebut, namun mulut ini tak kuasa
membuka. Masih saja diam membisu dengan sedikit senyuman yang sebenarnya agak
kubuat-kuat. Memang inilah kebanyakan wanita. Di saat sudah bertemu dengan
pasangan ngobrolnya pasti akan asyik
membicarakan apapun, dan tak jarang pada ujung-ujungnya pembicaraannya menyangkut
urusan orang lain, yang dibicarakan bukannya kebaikan orang lain namun malah
kesalahan orang lain menurut pandangan mereka. Jika omongan tentang kesalahan
tersebut benar maka itu ghibah. Ghibah itu laksana memakan bangkai daging
saudaranya. Lalu jika omongan tersebut salah, maka itu fitnah dan sesungguhnya
fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Saudariku, ketika itu setan
tertawa terbahak, sambil terus membisikkan kalimat-kalimat yang membuatmu
semakin hanyut dalam godaannya. Tak sadarkah di sisi kita ada 2 malaikat yang
selalu setia dan tunduk dengan perintah Rabbnya? Tak ingatkah jikalau ada Dzat
yang Maha Mengetahui, yang Maha Melihat segala gerak-gerik kita, yang dhahir
maupun yang batin? Ingatlah saudariku, setiap tingkah laku kita selalu direkam,
baik perkataan yang keluar dari mulut kita, perbuatan yang dilakukan tangan
ataupun kaki kita, dan semuanya itu tak lekang dari pandangan-Nya dan akan
ditunjukkan kepada kita hasil rekam jejak selama kita hidup di dunia. Karena
perbuatan baik ataupun buruk seberat butir sawipun pasti dipertimbangkan.
Marilah sedikit flashback tentang
kisah istri Abu Lahab yang telah diabadikan dalam Al-Quran, surat yang ke 111. Dalam
ayat 4 QS.Al-Lahab, yang artinya “Dan begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar
(penyebar fitnah)”, kelak akan masuk ke dalam api neraka yang bergejolak. Bukankah
itu peringatan dari Alloh agar kita berhenti menyebar gosip yang tidak benar
yang kelak dapat dikategorikan fitnah? Marilah sejenak berintopeksi diri.
Berapa kali kita membicarakan kesalahan orang lain? Berapa kali kita
membicarakan kebaikan yang pernah kita perbuat tanpa mengingat kesalahan yang
kita perbuat? Marilah mencari kesalahan diri ini karena sungguh tak ada diri
yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Alloh semata. Maka sungguh tak
pantas diri yang sama-sama tak sempurna saling mencari ketidaksempurnaan antar
sesamanya. Marilah kita saling menasehati dalam kebenaran dan berlomba-lomba
dalam kebajikan “Fastabiqul Khoirot”.
Komentar
Posting Komentar