Melepaskan Harapan


         Ada saatnya berharap. Pun ada saatnya melepaskan harapan. Ada saatnya optimis. Pun ada saatnya takzim serta tulus hati menerima segala ketetapan-Nya. Karena yang kutahu, berharap kepada manusia ialah tiada gunanya, penyebab sakit hati yang tiada tara. Maka, sudah saatnya kita melepaskan harapan kepada makhluk, dengan sepenuh keikhlasan. Lalu, merenda kembali harapan hanya kepada-Nya.
            Bisa jadi kita menyukai sesuatu, padahal itu belum tentu baik bagi kita. Dan sebaliknya, bisa jadi kita membenci sesuatu, padahal itu belum tentu buruk bagi kita. Maka, kembalikan segala sesuatu hanya kepada-Nya. Menerimanya dengan segenap penerimaan yang utuh. Karena ada saatnya harus merelakan. Ada saatnya harus mengikhlaskan. Ada saatnya tetap berkhusnudzon kepada-Nya. Karena inilah tanda sempurnanya iman. Ya, kuatnya iman akan tercermin pada setiap akhlak kita, bagaimana kita merespon keadaan, dalam kondisi paling terpuruk sekalipun. Hadits tentang Iman dijelaskan di Buku Syarah Hadits Nawawi, bahwa iman ialah yakin kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta yakin kepada takdir baik dan buruk.
Perkara harapan ini tentunya berkaitan dengan keimanan. Tentang kepercayaan pada iradat-Nya. Kepercayaan akan takdir yang telah digariskan-Nya. Orang yang beriman, akan selalu yakin bahwa segala sesuatu yang menimpanya ialah yang terbaik menurut-Nya. Maka, ia akan menerima dengan sepenuh keikhlasan. Menerima dengan sepenuh ketundukan. Penuh lapang dada, tanpa ada rasa sakit. Karena ia percaya bahwa ketetapan-Nya ialah yang terindah, terbaik untuk hamba-Nya.
            Lalu, dalam Buku Syarah Hadits Nawawi, dilanjutkan dengan proses penciptaan manusia. Bahwasanya manusia diciptakan dalam berbagai tahap. Hingga pada 40 hari ketiga di kandungan, malaikat meniupkan roh kepadanya, serta ditetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya, serta kesengsaraan atau kebahagiaannya. Semuanya telah diatur sejak kita masih berusia sekitar 4 bulan di kandungan. Jadi, setiap yang menimpa kita, baik atau buruknya, sudah menjadi ketetapan-Nya. Dan bagi setiap mukmin, setiap keadaan itu adalah baik. Marilah kita sama-sama memupuk keimanan kita, selalu berusaha mendekat kepada-Nya, berharap serta melepaskan harapan hanya karena-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?