Perempuan Menanam: Ikhtiar untuk Menjaga Ketahanan Pangan Nasional

Oleh: Eka Imbia Agus Diartika (PDNA Kabupaten Trenggalek)

Tulisan ini mendapatkan Juara 2 Lomba Menulis Esai Milad Nasyiatul Aisyiyah tingkat Nasional

Ancaman Krisis Pangan

“Krisis pangan melanda dunia. Bahkan, beberapa negara terancam kelaparan”, begitulah laporan FISN (2020) pasca pandemi Covid-19 ini. Pasalnya, sekalipun pasokan pasar internasional telah memenuhi dari segi kuantitas, namun gangguan pada rantai pasokan dan distribusi masih menjadi masalah utama (Schmidhuber, 2020; FAO, 2020). Beberapa negara sengaja menghentikan kegiatan ekspor untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri (Koran Jakarta, 2020), sehingga negara yang tak dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri akan terancam krisis pangan.

Terlebih Indonesia, bahkan sebelum munculnya Covid-19 ini, ketahanan pangan telah lama menjadi sumber kekhawatiran. Sebab, Indonesia masih sangat tergantung dengan impor bahan pokok dari negara lain. Salah satu komoditas pangan dengan jumlah impor tinggi adalah sayuran. Impor sayuran mencapai 11,5 triliun pada tahun 2019 (Syam, 2020).

Diprediksi bahwa Indonesia akan impor 2 juta ton beras pada tahun 2020 (Lidyana, 2020). Impor bawang putih diprediksi sebesar 196.549 ton, dan gula pasir sebanyak 672.600 ton (Sandi, 2020). Selain sayuran, buah-buahan juga masih banyak diimpor dari negara lain dengan total sekitar 22,5 triliun (Setiawan, 2020). Tingginya impor ini karena produksi domestik yang dinilai masih buruk (Tantau, 2020).

Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan tercipta ketika semua orang pada setiap saat memiliki akses fisik dan ekonomi untuk mencukupi makanan yang aman dan bergizi yang memenuhi kebutuhan makanan mereka dan preferensi makanan untuk aktif dan hidup Sehat (World Food Summit, 1996). Ketahanan pangan tergantung pada tiga pilar utama, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.

Ketersediaan pangan berarti jumlah makanan cukup untuk seluruh masyarakat dengan kualitas yang sesuai. Pangan dipasok melalui produksi dalam negeri atau impor (termasuk bantuan makanan). Pangan tersedia di pasar, toko, kebun, maupun sawah.

Akses pangan berarti setiap orang dapat memperoleh makanan yang tersedia, baik melalui kegiatan menanam, membeli, barter, program kesejahteraan, maupun bantuan makanan. Akses makanan terjamin ketika setiap rumah tangga memiliki sumber daya yang cukup, seperti tanah, uang, maupun hubungan sosial untuk mendapatkan makanan bergizi dengan jumlah yang memadai.

Pemanfaatan pangan mengacu pada cara manusia dapat memanfaatkan makanan yang dikonsumsi. Pemanfaatan pangan yang baik tergantung pada penyimpanan dan pemrosesan makanan yang tepat, status gizi dan kesehatan secara keseluruhan, ketersediaan air minum bersih, serta layanan kesehatan dan sanitasi yang memadai (Food Security and Livehoods, 2020).

Tentu saja, perihal pangan tidak boleh diabaikan. Ketahanan pangan berkaitan langsung dengan gizi dan kesehatan. Makanan adalah sumber energi kita dan keterbatasan makanan akan berdampak pada kesehatan. Sekitar satu miliar orang di dunia kekurangan jumlah makanan yang cukup memenuhi kebutuhan nutrisi mereka dan kekurangan gizi (Barret, 2010). Sekitar 3,5 juta kematian terjadi per tahun pada anak-anak di bawah lima tahun, dan kematiannya adalah dikaitkan dengan penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi (Black, dkk., 2008; Horton, 2008).

Kiprah Perempuan

Bagaimapun, Covid-19 dapat dijadikan sebuah refleksi untuk membangun sistem untuk ketahanan pangan. Sistem pangan baru yang lebih tangguh dan otoritas publik dalam mengamankan produksi dan penyediaan makanan layak diapresiasi (IPES-Food, 2020). Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan mengembangkan pangan lokal, penyuluhan kepada petani lokal, menginstruksikan kepada peneliti untuk memperbanyak riset produktivitas pangan, pemanfaatan pekarangan, hingga percepatan tanam (Alamsyah, 2020).

Tentu saja, usaha pemerintah harus diiringi dengan usaha dari masyarakat, utamanya kaum perempuan. Perempuan notabenenya memang dekat dengan kerja-kerja yang berkaitan dengan lingkungan hidup (Diartika, 2020), seperti menanam dan berkebun. Perempuan dinilai lebih terampil dan telaten dalam hal ini, sehingga ikhtiar dalam menjaga ketahanan pangan nasional dapat dimulai dari pekarangan rumah masing-masing.

Upaya ini dapat dimulai dari hal terkecil, yaitu dengan mengompos bahan-bahan organik sisa dapur yang tak terpakai, menanam sayuran yang dapat dikonsumsi sehari-hari, tanaman obat keluarga, hingga buah-buahan. Aktivitas menanam ini dapat dilakukan dengan mudah di rumah dengan menggunakan media polybag di pekarangan rumah, atau jika memungkinkan bisa pula menggunakan pot dari botol bekas dan plastik bekas minyak. Bawang merah, bawang putih, kentang, seledri, bayam, dan tomat merupakan contoh tanaman yang dapat ditanam pada media tersebut, terutama pada kondisi udara yang sejuk.

Dapat pula dilakukan penanaman hydroponic apabila tidak tersedia lahan yang luas. Hydroponic ini dapat dilakukan dengan media berupa pipa yang disusun rapi. Selain itu, para perempuan juga dapat menanam dengan media aquaponik. Media ini menggunakan tong besar yang dapat diisi ikan di bagian bawahnya, seperti ikan lele dan nila dan di bagian atasnya diberikan botol yang ditata untuk diisi tanaman yang diinginkan. Berbagai macam sayuran dapat diproduksi melalui metode ini, seperti kangkung, selada, dan sawi.

Dapat pula melakukan penanaman menggunakan vertical garden, dimana tanaman ini ditata di bagian dinding, sehingga tidak menghabiskan banyak lahan. Tanaman yang bisa ditanam juga bermacam-macam, termasuk sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, bisa dilakukan penanaman dengan rooftop garden, yaitu tanaman berada di bagian atas rumah. Metode penanaman ini dapat menjadi solusi menanam di daerah perkotaan yang minim lahan. Bagi perempuan yang memiliki kebun dan sawah yang luas, maka menanam berbagai komoditas pangan juga dapat dilakukan dengan lebih masif, seperti halnya menanam padi, jagung, kedelai, hingga tebu.

Inilah kiprah yang dapat dilakukan oleh para perempuan dalam rangka menyuplai bahan-bahan makanan di Indonesia. Harapannya, angka impor sayuran, beras, dan buah-buahan di Indonesia dapat menurun dan Indonesia dapat mencapai merdeka pangan dan dapat menjaga ketahanan pangan nasional.


DAFTAR RUJUKAN

Alamsyah, I. E. (2020, Juni). Antisipasi Krisis, Ini Cara Kementan Kembangkan Pangan Lokal. Republika. https://republika.co.id/berita/qaq0af370/gerakan-percepatan-tanam-digenjot-antisipasi-krisis

Barret, C. B. (2010). Measuring Food Insecurity. Science, 327(5967), 825.

Black, R. E., Allen, L. H., Bhutta, Z. A., Caulfield, L. E., Onis, M. D., Ezzati, M., Mathers, C., & Rivera, J. (2008). Maternal And Child Undernutrition: Global And Regional Exposures And Health Consequences. The Lancet, 371(9608), 243–260.

Diartika, E. I. A. (2020, Mei). Perempuan dan Enviropreneur: Peluang Besar Berbisnis dan Menjaga Semesta. https://rahma.id/perempuan-dan-enviropreneur-peluang-besar-berbisnis-dan-menjaga-semesta/

FAO. (2020). COVID-19: Channels of transmission to food and agriculture. FAO. https://doi.org/10.4060/ca8430en

FISN. (2020). Global Report on Food Crises. Global Network Against Food Crises. https://docs.wfp.org/api/documents/WFP-0000114546/download/?_ga=2.1648817.1483435232.1595214000-1142967828.1595214000

Food Security and Livehoods. (2020). Food Security in A Pandemic. Dalam Leadership During A Pandemic: What Your Municipality Can Do? (hlm. 1–14). https://www.paho.org/disasters/index.php?option=com_docman&view=download&category_slug=tools&alias=533-pandinflu-leadershipduring-tool-7&Itemid=1179&lang=en

Horton, R. (2008). Maternal and Child Nutrition: An Urgent Opportunity. The Lancet, 371(9608), 179.

IPES-Food. (2020). COVID-19 and the crisis in food systems: Symptoms, causes, and potential solutions. IPES-Food. http://www.ipes-food.org/_img/upload/files/COVID-19_CommuniqueEN%282%29.pdf

Koran Jakarta. (2020, April 17). http://www.koran-jakarta.com/krisis-pangan-di-depan-mata-160420/

Lidyana, V. (2020, Mei). RI Diprediksi Impor 2 Juta Ton Beras Tahun Ini. Detik Finance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5014456/ri-diprediksi-impor-2-juta-ton-beras-tahun-ini

Sandi, F. (2020, April 6). 3 Bahan Pokok Ini RI Belum Merdeka dari Impor. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200416125906-4-152379/3-bahan-pokok-ini-ri-belum-merdeka-dari-impor

Schmidhuber, J. (2020). Covid-19: From A Global Health Crisis To A Global Food Crisis? (hlm. 63–71). Food Outlook. http://www.fao.org/3/ca9509en/covid.pdf

Setiawan, K. (2020, Mei). Impor Sayur Capai Rp 11,55 T, Faisal Basri: Saya Kaget. Tempo.co. https://bisnis.tempo.co/read/1345351/impor-sayur-capai-rp-1155-t-faisal-basri-saya-kaget/full&view=ok

Syam, A. (2020, Mei). Ekonom Senior Ini Kaget, Impor Sayur Indonesia Capai Rp11,5 T. Buka Mata News. https://bukamatanews.id/read/2020/05/24/ekonom-senior-ini-kaget-impor-sayur-indonesia-capai-rp115-t

Tantau, M. (2020). Is Indonesia Facing a Looming Food Crisis? The Diplomat. https://thediplomat.com/2020/05/is-indonesia-facing-a-looming-food-crisis/

World Food Summit. (1996, November 13). Report of the World Food Summit. http://www.fao.org/3/w3548e/w3548e00.htm


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?