Bahagia Itu Merdeka

Seketika teringat ucapan yang disampaikan oleh Prof Amin sekitar seminggu yang lalu, sewaktu memberi motivasi di sela-sela mata kuliah Evolusi Molekuler. Beliau ialah Profesor yang masih cukup muda, sekaligus bisa dibilang seorang motivator. Biasanya, jika jam mata kuliah masih ada, namun materi sudah tersampaikan semuanya, beliau memberikan ragam kalimat motivasi kepada para mahasiswanya. Banyak hal yang dapat saya ingat mengenai ucapan beliau, mulai dari ciri orang sukses, ciri orang cerdas, tentang bahagia, tentang berpikir positif, dan sedikit tentang latihan untuk mendapatkan energi positif. Namun, untuk tulisan kali ini, saya sedang ingin membahas mengenai salah satu hal yang diucapkan beliau, yaitu “Bahagia Itu Merdeka”.
            Beliau bertanya kepada kami, “Apa tujuan hidup ini?”, yaitu “Bahagia”. Lalu beliau menjelaskan kembali bahwasanya yang dikatakan bahagia ialah merdeka. Beberapa kali beliau mengulang kalimat itu, hingga meyakinkan kami, bahwa bahagia itu merdeka. Ya, saya rasa kalimat itu benar sekali. Merdeka dalam artian bebas melakukan apapun sesuai keinginan, tidak terikat, dan tidak tergantung dengan lingkungan maupun orang di sekitar. Kita bebas untuk berkarya, kita bebas untuk bergerak, pun kita bebas mengambil sebuah keputusan. Kita pun bebas memberi pendapat, bebas memilih, pun bebas menerima maupun menolak. Kita tak perlu mendengar kata orang yang tak peduli dengan kita, tak asal ikut pendapat kanan dan kiri, tak mudah terombang-ambing, dan punya pendirian. Begitulah merdeka. Dengan melakukan segala sesuatu yang terbaik menurut kita, maka kita akan bahagia.
            Apa yang beliau katakan, perlahan mulai saya terapkan. Ya, bisa dibilang saya orang yang penurut. Bahkan, teman saya pun banyak yang bilang kalau saya terlalu baik, penurut, enakan, sabar, dan lain-lain yang senada dengan itu. Jadinya, saya terkesan kurang memiliki pendirian karena ngikut sana-sini, karena sungkan kalau mau membantah dan menyampaikan pendapat yang berlainan. Tidak enakan, jangan-jangan kalau saya banyak bicara akan gini, ya sudahlah, akhirnya saya diam. Jangan-jangan kalau saya banyak berkomentar, nanti akan menyakiti, ya sudahlah, akhirnya saya nurut. Jangan jadi seperti saya, sungguh di suatu keadaan, saya merasa tersiksa haha.
Jujur saya, sebagai orang penurut, saya memang tak banyak berani berkomentar di depan orang. Semua masalah, seringkali saya terima apadanya, ya sudahlah. Begitulah. Saya begitu pasrah. Namun, terkadang di hati kecil saya ingin memberontak, karena ada hal yang terkadang harus dipaksakan. Sekiranya perkataan Prof Amin di atas sangat baik untuk direnungkan. Ya, jika demikian, aku belum bisa dikatakan merdeka, karena tak punya pendirian, dan cenderung mengikuti orang lain, karena banyak tidak enakannya, banyak sungkannya. Dengan demikian, akupun belum bahagia.
Jadi, sekarang aku ingin belajar untuk hal ini. Belajar menentukan keputusan berdasarkan apa yang saya mau, bukan apa kata orang. Belajar mengatakan apa yang saya inginkan, tidak hanya meng-iyakan apa ajakan orang. Belajar memberi komentar, jika memang hal itu untuk kebaikan. Belajar untuk berkata tidak, jika itu memang tidak benar. Bebas menentukan pilihan apa yang hendak saya lakukan, bukan karena hanya mengikuti kebanyakan orang. Karena ternyata, menjadi orang penurut tak selamanya membahagiakan. Disana ada rasa yang masih terpendam wkwk. Menulis pun sesuai apa yang saya mau, tak peduli sekalipun banyak dibaca/ tidak, banyak disukai/ tidak; karena saya ingin merdeka, saya ingin bahagia. Namun, tentu saja, merdeka disini tetap berada di bawah koridor-Nya. Semoga Dia selalu membimbing kita ke jalan yang penuh cahaya kebaikan.
Mohon maaf, kalau terkadang saya cuek. Itu mungkin masuk ke dalam proses saya untuk merdeka wkwkwk... 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?