Aku dan Ikatanku

Dahulu, ketika aku masih kecil dan diberikan pertanyaan mengenai "Mengapa Aku Muhammadiyah?", mungkin aku akan menjawab seperti ini "Ya, karena aku lahir di tengah masyarakat Muhammadiyah, orangtuaku adalah seorang Muhammadiyah, atau mungkin karena aku disekolahkan di MI Muhammadiyah (MIM). Jawaban yang sangat sederhana, yang terucap tanpa pikir panjang. Kala itu, alasanku dalam bermuhammadiyah hanya karena tuntutan keluarga semata atau bisa disebut sebagai warga Muhammadiyah bawaan. Ya, ketika itu memang aku belum paham urgensi dari didirikannya Muhammadiyah. Bahkan, mengenai esensi organisasi ini, aku pun belum bisa memaparkan.
Banyak orang menganggap bahwa keluargaku termasuk warga Muhammadiyah. Hal ini dikarenakan ibuku merupakan anggota Aisyiyah dan menjadi salah satu guru di MI Muhammadiyah di desaku. Namun demikian, sebenarnya keluargaku bukanlah keluarga Muhammadiyah yang fanatik. Bahkan, aku pun merasa belum mengetahui apa-apa tentang Muhammadiyah. Belum tumbuh rasa kecintaan terhadap organisasi yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini. Aku pun belum memahami alasan apa yang bisa menguatkanku untuk berjuang di Muhammadiyah. Ya, yang aku tahu saat itu hanya seputar sejarah berdirinya Muhammadiyah dan beberapa tokoh Muhammadiyah yang ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Materi itu pun kudapatkan selama bersekolah di MI dan hanya sebagai formalitas. Kala itu, memang belum ada semangat belajar secara mandiri tentang Muhammadiyah. Aku masih belum terpanggil untuk menggali lebih lanjut mengenai organisasi ini.
Seusai menempuh pendidikan di MIM, rasanya aku semakin terlepas dari Muhammadiyah. Selama MTs dan SMA, aku tak pernah mendapatkan asupan sama sekali tentang Kemuhammadiyahan, seperti halnya saat masih di MI. Aku pun terbilang sangat jarang mengikuti kegiatan dan berkontribusi untuk Muhammadiyah. Sesekali, aku mengikuti kegiatan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di Kecamatan Karangan di saat Bulan Ramadhan. Ya, meskipun aku masih tergolong warga Muhammadiyah yang pasif, namun dalam hati kecilku masih ada secuil rasa kagum terhadap Muhammadiyah.
Seusai masa SMA, aku mengambil studi di Universitas Negeri Malang, tepatnya di Jurusan Biologi. Sebelum masuk kuliah, aku sering mendapatkan cerita dari kakak tingkatku tentang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Apa itu IMM? Apa saja kegiatan IMM? Mengapa aku harus ikut IMM?” Cerita yang aku dapatkan dari kakak tingkat tersebut semakin membuatku penasaran dengan salah satu Organisasi Otonom (Ortom) milik Muhammadiyah itu. Ada rasa ingin tahu yang semakin menggebu. Di sinilah aku mulai menggali informasi lebih mengenai IMM dan ingin segera ikut andil dalam perjuangan dakwah di IMM.
Akhirnya, masa daftar ulang kuliah pun tiba. Aku merasa belum punya siapa-siapa di saat kuliah nanti, kecuali beberapa kakak tingkatku, yang sekarang tengah kuliah di UM. Selama perjalanan menuju gedung tempat daftar ulang (Gedung Graha Cakrawala), tiba-tiba ada seseorang yang mengulurkan selembar kertas brosur. Pada brosur tersebut, tertulis alamat dan Contact Person (CP) beberapa tempat kos untuk muslimah. Benar saja, saat itu aku belum memiliki pandangan sama sekali mengenai tempat kos. Aku pun menerima brosur tersebut dan segera menanyakan kepada CP-nya mengenai kos tersebut.
Tanpa berpikir panjang, aku pun segera mengambil kos tersebut untuk tempat tinggalku satu tahun ke depan. Bahkan, aku pun belum mengetahui lokasi dan bangunan kos yang nantinya akan kujadikan tempat tinggal tersebut. Ya, seolah ada sesuatu yang menuntun pikiranku untuk memilih kos tersebut. Aku pun yakin, jika tempat yang kupilih tersebut akan membawa dampak positif untukku nanti. Benar saja, kos tersebut merupakan tempat tinggal yang diberdayakan khusus untuk perkaderan Immawati (sebutan anggota perempuan di IMM). Pada awalnya, memang aku tak mengetahui jika kos tersebut akan digunakan untuk perkaderan. Aku pun mengira bahwa kos tersebut akan sama dengan kos pada umumnya.
            Ternyata ada suatu hal istimewa dengan tempat tinggalku saat itu, yang kemudian kami menyebutnya dengan Komisariat Putri (Komti). Sejauh itu pun, sebenarnya aku masih belum paham jika pada akhirnya aku akan dijadikan kader penerus IMM. Lambat laun, aku mulai terbiasa dengan shalat berjamaah, terbiasa dengan kajian bersama, diskusi bersama, rapat komisariat, dsb. Aku pun mulai nyaman dengan kebiasaan positif yang dilakukan di Komti. Mulai dari Komti inilah, aku mulai belajar tentang Muhammadiyah, baik tentang ortom maupun amal usaha Muhammadiyah. Wawasan tersebut aku dapatkan dari beberapa diskusi yang sering kami lakukan di Komti maupun ketika diskusi di luar bersama anggota IMM Malang Raya.
            Tahun pertama, aku pun mengikuti serangkaian kegiatan Darul Arqam Dasar (DAD). Kegiatan tersebut bisa dikatakan sebagai diklat peresmian anggota IMM. Saat itu, aku menjadi kader di Komisariat SAINTEK UM, yang mewadahi mahasiswa dari FMIPA, FT, dan FIS. Rasa senang yang tak bisa dilukiskan, ketika akhirnya aku bisa ikut bergabung dalam IMM. Ya, meskipun sebenarnya aku belum terlalu memahami betul apa yang harus aku kerjakan nanti.
Tahun pun berganti. Alhamdulillah, aku masih bertahan pada ikatan ini hingga tahun ketiga. Ya, meskipun mungkin aku terhitung sebagai kader yang kurang aktif. Tentunya ada banyak suka dan duka dalam perjalanan dakwah di IMM ini. Ada tangis dan tawa ketika mengemban amanah di ikatan ini. Namun, ketika aku ingin menyerah saat berjuang di ikatan ini, maka selalu ada tangan yang menarikku untuk kembali. Ya, karena inilah esensi dari sebuah ikatan. Sebuah ikatan erat, yang tak akan membiarkan salah satu personilnya terlepas darinya.
Bagiku, IMM seperti rumah yang memberiku kenyamanan. Tempatku kembali tatkala rutinitas kuliah terkadang membuatku bosan. Belajar tentang kesederhanaan. Merasa bahagia tatkala berjuang bersama mengemban amanah dakwah. Kebersamaan yang terjalin, menumbuhkan rasa cinta dan saling peduli. IMM ialah tempatku berproses, belajar tentang banyak hal. IMM, saling menumbuhkan dan menguatkan. IMM, tempatku berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairat). Dari IMM, aku pun mulai belajar tentang Muhammadiyah.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS. Muhammad:7)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?