Laa Tahzan

Terkadang kita merasa didholimi oleh kebenaran sejati karena yang salah dianggap benar. Sejenak teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Secuil cerita dari temanku. “Aku menyaksikan ketidakadilan, namun aku belum mampu memberantasnya. Bukannya tak terima diperlakukan tidak adil, namun dengan demikian sama halnya aku belum mampu menegakkan keadilan.” Mungkin itulah kalimat yang bisa kutangkap dari perkataan yang dilontarkan oleh temanku.
Dalam hidup keadilan tak selamanya berpihak pada kita. Ada kalanya kita merasa diperlakukan tidak adil, kita yang benar disalahkan, dan yang salah malah dibenarkan. Itulah skenario dalam hidup. Itulah ujian bagi kita. Ibaratkan hidup dengan sebuah perjalanan. Tak mungkin kita hidup dengan jalan yang selamanya mulus dan lurus, pasti kadang ada jalan yang berbatu, jalan yang menanjak naik, ada jalan yang turun melandai, ada jalan yang berliku-liku, dsb. Hidup tanpa ujian dan cobaan mungkin akan terasa hambar karena hidup memang butuh bumbu agar kita bisa menikmati hidup ini. Tanpa ada jalanan yang berbatu, jalan yang menanjak naik, jalan yang turun melandai, dan jalan yang berliku-liku mungkin hidup kita akan biasa-biasa saja. Jalanan berbatu akan membuat kita lebih mempunyai tekad dan semangat untuk melaluinya. Jalan menanjak naik membuat kita bekerja keras untuk menggapai keinginan kita setinggi mungkin. Jalan yang turun melandai membuat kita merasakan posisi kita jika berada di bawah, ketika kita dihempaskan dari atas dan meluncur ke bawah dan mungkin akan terasa sakit.  Jalan berliku-liku membuat kita berpikir kritis dan selalu mencari cara memecahkan probema kehidupan. Karena dalam hidup akan selalu datang masalah-masalah yang membutuhkan analisis kritis.

Saat kita merasa didholimi dengan ketidakadilan, jangan merasa sedih. Karena itulah  sebagian ujian dari sebuah perjalanan hidup. Ketidakadilan janganlah membuat kita terpuruk, namun seharusnya membuat kita semakin maju karena berusaha untuk menegakkan keadilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Tentang Kepenulisan

Berbagi Kebaikan dengan Caraku (Eka Imbia Agus Diartika)

Mengapa Anak Perlu Belajar dari Alam Sekitar?